Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Perkara atau Hal-hal yang Membatalkan Wudhu Lengkap

Perkara atau Hal-hal yang Membatalkan Wudhu Lengkap. Wudhu merupakan sebuah kegiatan yang perlu dilakukan oleh seorang muslim jika hendak mengerjakan sebuah ibadah yang membutuhkan kesucian dari hadas kecil, shalat misalnya. Tanpa wudhu ini, shalat tidak akan bisa menjadi sah, karena suci dari hadas kecil adalah syarat sah shalat. Adapun wudhu adalah cara untuk bisa bersuci dari hadas kecil itu.

Seseorang yang memiliki wudhu bisa batal wudhunya atau mengalami hadas kecil jika melakukan atau mengalami hal-hal tertentu. Perkara-perkara atau hal-hal yang bisa membatalkan wudhu tersebut perlu dipelajari agar kita bisa beribadah secara sempurna sesuai dengan syarat dan rukunnya.

Dari hal itu, ada banyak pertanyaan seputar wudhu, yaitu apa saja hal yang bisa membatalkan wudhu? Perkara atau Hal-hal yang Membatalkan Wudhu itu apa saja? Semuanya akan dibahas secara lebih rinci dalam artikel berikut.

Apa itu Wudhu?

Sebelum membahas tentang hal yang bisa membatalkan wudhu kali ini kita akan membahas tentang pengertian wudhu terlebih dahulu. Adapun wudhu menurut bahasa yaitu berasal dari kata al-wadha’ah (الوَضَعَةُ) yang artinya keindahan dan kecerahan.

Sedangkan menurut istilah yaitu membersihkan anggota-anggota wudhu untuk menghilangkan hadats kecil. Sedangkan al-wadhu (الوَضُ) adalah air yang di gunakan untuk berwudhu.

Dalam wudhu ada juga istilah Istinsyaq (اِسْتِنْشَقٌ), yakni memasukan air ke hidung kemudian membuangnya. Istinsyaq ini adalah salah satu kesunahan dalam wudhu agar tidak ditinggalkan saat berwudhu.

Perkara Yang Membatalkan Wudhu

Abu Syujak dalam kitabnya Matan Taqrib menjelaskan bahwa hal-hal yang bisa membatalkan wudhu itu ada 6. Di antaranya adalah:

1. Adanya sesuatu yang keluar dari dua jalan, yaitu jalan Depan (Qubul) maupun belakang (dubur)

Segala sesuatu yang keluar dari dua jalan yaitu qubul (kelamin depan) dan dubur itu semuanya membatalkan wudhu. Baik yang keluar itu adalah sesuatu yang biasa keluar seperti kencing, kentut dan kotoran, maupun sesuatu yang tak lazim seperti batu, cincin maupun kaca.

Termasuk yang membatalkan wudhu di sini adalah seperti kencing dan buang air besar. Adapun dalilnya dapat dilihat pada firman Allah Ta’ala,

أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ

“Atau kembali dari tempat buang air (kakus).”

Berdasarkan dalil tersebut, para ulama sepakat bahwa wudhu menjadi batal jika keluar kencing dan buang air besar dari jalan depan atau pun belakang.

Sedangkan dalil bahwa kentut dapat membatalkan wudhu adalah hadits dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

سَمِعَ أَبَا هُرَيْرَةَ يَقُولُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – « لاَ تُقْبَلُ صَلاَةُ مَنْ أَحْدَثَ حَتَّى يَتَوَضَّأَ » . قَالَ رَجُلٌ مِنْ حَضْرَمَوْتَ مَا الْحَدَثُ يَا أَبَا هُرَيْرَةَ قَالَ فُسَاءٌ أَوْ ضُرَاطٌ

“Shalat seseorang yang berhadats tidak akan diterima sampai ia berwudhu.” Lalu ada orang dari Hadhromaut mengatakan, “Apa yang dimaksud hadats, wahai Abu Hurairah?” Abu Hurairah pun menjawab, فُسَاءٌ أَوْ ضُرَاطٌ “Di antaranya adalah kentut tanpa suara atau kentut dengan suara.”

Termasuk yang membatalkan wudhu adalah wadi dan madzi. Adapun yang dimaksud Wadi adalah sesuatu yang keluar sesudah kencing pada umumnya, berwarna putih, tebal mirip mani, namun berbeda kekeruhannya dengan mani. Wadi tidak memiliki bau yang khas.

Sedangkan madzi adalah cairan berwarna putih, tipis, lengket, keluar ketika bercumbu rayu atau ketika membayangkan jima’ (bersetubuh) atau ketika berkeinginan untuk jima’. Madzi tidak menyebabkan lemas dan terkadang keluar tanpa terasa yaitu keluar ketika seseorang menggebu syahwatnya. Laki-laki dan perempuan sama-sama bisa memiliki madzi. Madzi dan wadi dihukumi najis.

Adapun mani tidak termasuk hal yang membatalkan wudhu, namun membuat hadas besar. Mani adalah termasuk zat yang suci.

Adapun mengenai dalil bahwa madzi bisa membatalkan wudhu adalah berdasarkan hadits tentang cerita ‘Ali bin Abi Tholib. ‘Ali mengatakan,

كُنْتُ رَجُلاً مَذَّاءً وَكُنْتُ أَسْتَحْيِى أَنْ أَسْأَلَ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- لِمَكَانِ ابْنَتِهِ فَأَمَرْتُ الْمِقْدَادَ بْنَ الأَسْوَدِ فَسَأَلَهُ فَقَالَ « يَغْسِلُ ذَكَرَهُ وَيَتَوَضَّأُ ».

“Aku termausk orang yang sering keluar madzi. Namun aku malu menanyakan hal ini kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallm dikarenakan kedudukan anaknya (Fatimah) di sisiku. Lalu aku pun memerintahkan pada Al Miqdad bin Al Aswad untuk bertanya pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lantas beliau memberikan jawaban pada Al Miqdad, “Cucilah kemaluannya kemudian suruh ia berwudhu”.”

Sedangkan wadi semisal dengan madzi sehingga perlakuannya sama dengan madzi.

2. Tidur yang tidak tetap pantatnya pada tempat duduknya

Hal berikutnya yang bisa menjadi penyebab batalnya wudhu adalah karena tidur dengan tidak menetapkan pantatnya pada lantai tempat duduknya. Hal ini dikarenakan ketika seseorang tertidur maka pantatnya itu terbuka sehingga angin pun keluar dari dubur. Jika seseorang menetapkan duduknya, maka pantatnya pun tertutup sehingga angin kentut tidak keluar darinya.

Hal ini sebagaimana hadis dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الْعَيْنُ وِكَاءُ السَّهِ، فَمَنْ نَامَ، فَلْيَتَوَضَّأْ

“Mata adalah sumbatnya dubur. Karena itu, siapa yang tidur, dia harus wudhu.” (HR. Ahmad)

Perlu diketahui bahwa tidur yang membatalkan wudhu adalah tidur lelap yang tidak lagi dalam keadaan sadar. Maksudnya, seseorang tidak lagi mendengar suara, atau tidak merasakan lagi sesuatu jatuh dari tangannya, atau tidak merasakan air liur yang menetes.

Tidur seperti inilah yang membatalkan wudhu, baik tidurnya dalam keadaan berdiri, berbaring, ruku’ atau sujud. Karena tidur semacam ini yang dianggap mazhonnatu lil hadats, yaitu diduga atau kemungkinan muncul hadats.

Sedangkan tidur yang hanya sesaat yang dalam keadaan kantuk, namun masih sadar dan masih merasakan atau mendengar suara, maka tidur semacam ini tidak membatalkan wudhu.

3. Hilang akal karena mabuk atau sakit atau Sebab Lainnya

Hilangnya akal karena mabuk, pingsan, gila atau keracunan hingga tak sadarkan diri ini semua bisa membatalkan wudhu. Hal ini berdasarkan ijma’ (kesepakatan para ulama). Hilang kesadaran pada kondisi semacam ini tentu lebih parah dari tidur.

4. Bersentuhan kulit laki –laki dengan perempuan yang bukan muhrimnya

Bersentuhan kulit laki –laki dengan perempuan yang bukan muhrimnya dengan disertau tidak ada penghalang antara keduanya ini bisa membatalkan wudhu.

Menurut mazhab Syafii, bersentuhan kulit dengan lawan jenis yang bukan mahram dan tanpa penghalang dapat membatalkan wudhu, baik dengan maupun tanpa syahwat, berdasarkan firman Allah:

اَوْ لٰمَسْتُمُ النِّسَاۤءَ

Atau kalian menyentuh perempuan (QS. Al-Maidah [5]: 6).

Berbeda dengan hukum orang dewasa, menyentuh anak kecil tidak membatalkan wudhu. Penyebabnya adalah bahwa menyentuh anak kecil tidak menimbulkan syahwat.

5. menyentuh kemaluan manusia dengan telapak tangan

Sahabat Busrah binti Safwan ra. pernah meriwayatkan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:

مَنْ مَسَّ ذَكَرَهُ فَلاَ يُصَلِّ حَتَّى يَتَوَضَّأَ

Siapa yang menyentuh kemaluannya, maka tidak boleh shalat sampai ia berwudhu (HR. Tirmidzi)

6. menyentuh Lekukan pada lubang pantat (dubur)

Imam Syafii meng-qiyas-kan lubang dubur dengan kemaluan, sehingga menyentuhnya dapat membatalkan wudhu, seperti yang beliau sampaikan dalam kitab Al-Umm:

وَكَذَلَكَ لَوْ مَسَّ دُبُرَهُ أَوْ مَسَّ قُبُلَ امْرَأَتِهِ أَوْ دُبُرَهَا أَوْ مَسَّ ذَلِكَ مِنْ صَبِيٍّ أَوْجَبَ عَلَيْهِ الْوُضُوْءَ

Begitu juga jika seseorang menyentuh duburnya, atau kemaluan istrinya atau dubur istrinya, atau menyentuh kemaluan dan dubur bayi, maka wajib wudhu.

Tatacara Wudhu

Wudhu dilaksanakan dengan cara menggunakan air yang suci dan mensucikan. Setelah ada air yang cukup, seseorang pun memulai dengan berniat sambil membasuh wajah, tangan sampai siku-siku, mengusap sebagian rambut kepala, dan membasuh kaki. Semuanya harus dilakukan secara berurutan.

Juga jangan lupa untuk melakukan kesunahan wudhu, seperti membaca basmalah, menghirup air ke dalam hidung dan mengeluarkannya, membasuh telinga, dan menigakalikan hitungan basuhan.