apa definisi an-nahyu kata larangan beserta contohnya?
apa definisi an-nahyu, kata larangan beserta contohnya? Dalam ilmu ushul fikih maupun bahasa Arab, akan ditemukin istilah annahyu atau al-Nahyu, yaitu Kalimat Larangan dalam Bahasa Arab. Kalimat ini banyak dibahas karena termasuk bab penting dalam hal perintah dan larangan dalam al-Quran.
Adapun an-nahyu merupakan pembahasan yang banyak dibahas oleh para ulama karena memang memiliki kaitan erat dengan perintah dan larangan dalam al-Quran. Adapun larangan itu sendiri merupakan bagian dari petunjuk agama tentang hukum-hukum Islam.
Pada kesempatan kali ini kita akan membahas tentang apa definisi al-nahyu, pengertian an-nahyu, apa saja bentuk-bentuk an-nahyu dan lain sebagainya.
Pengertian Al-Nahyu, Definisi an-nahyu (Larangan)
Menurut bahasa النهي atau An-Nahyu berarti larangan. Adapun menurut istilah an-nahyu ialah:
اَلنَّهْيُ : طَلَبُ التَّرْكِ مِنَ الأَعْلىَ إِلىَ اْلأَدْنىَ
“An-Nahyu (larangan) ialah tuntutan untuk meninggalkan perbuatan dari sesuatu yang lebih tinggi kepada yang lebih rendah (kedudukannya)”.
Kedudukan yang lebih tinggi disini adalah Syari’ atau Dzat/orang yang mengadakan syariat, dan dalam hal ini syari’ ini adalah Allah Swt atau Rasul Nya. Adapun yang dimaksud dengan kedudukan yang lebih rendah adalah mukallaf. Artinya, nahi itu adalah tututan dari Allah dan Rasul kepada mukallaf atau orang yang dibebani hukum, yaitu umat Islam.
Sebenarnya, nahi atau an-nahyu itu adalah perintah namun berisi larangan atau untuk meninggalkan suatu hal. Singkatnya, nahi atau an-nahyu adalah sebuah larangan yang datang dari Allah atau Rasul Nya kepada umat Islam yang mukallaf untuk melakukan suatu hal.
Bentuk atau Sighat Kata Nahi, Bentuk an-Nahyu (larangan)
Adapun larangan atau an-Nahyu ini memiliki banyak bentuknya dalam al-Quran maupun hadis. Jadi pada bagian ini kita akan mempelajari tentang bagaimana sebuah larangan itu berwujud dalam kalimat-kalimat yang ada dalam al-Quran maupun hadis. Adapun bentuk atau sighat nahi ini antara lain adalah seperti berikut:
1. Nahyu dengan bentuk Fiil Mudhari
Adapun nahyu bisa berbentuk Fi’il Mudhari atau fiil yang menunjukkan kata kerja yang didahului dengan “la nahiyah”, yaitu lam nahi (lam yang berfungsi larangan). Fiil mudhari yang terdapat lam nahi maka akan berarti “jangan” atau “janganlah”. Adapun contoh larangan dengan kata fiil mudhari adalah seperti berikut:
وَلَا تَقْرَبُوا۟ ٱلزِّنَىٰٓ ۖ (Dan janganlah kamu mendekati zina Qs. Al-Isra Ayat 32) , dan وَلَا تَنَابَزُوا۟ بِٱلْأَلْقَٰبِ (dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan, Qs. Al-Hujurat Ayat 11)
2. Nahyu dengan Kata Bermakna Larangan
Berikutnya yang termasuk bentuk nahi atau nahyu adalah kata-kata yang dengan tegas bermakna larangan (mengharamkan). Adapun contohnya adalah seperti kata نَهَى (melarang) dan حَرَّمَ (mengharamkan). Misalnya saja dalam ayat : حُرِّمَتْ عَـلَيْكُمْ أُمَّهتُكُمْ وَبَنَا تُكُمْ “Diharamkan bagi kamu ibu-ibumu dan anak-anak perempuanmu.” dan juga dalam ayat (QS. An Nisa’ : 23) وَيَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ “dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan.” (QS An Nahl :90)
Kaidah-Kaidah dalam an-Nahyu (Larangan)
Mengenai bab an-nahyu atau larangan dalam al-Quran maupun hadis ini ada beberapa kaidah yang ditetapkan para ulama dalam memahami an-nahyu yang ada dalam al-Quran maupun hadis tersebut. Hal ini dikarenakan an-nahyu itu bisa jadi memiliki maksud dan makna yang berbeda-beda. Dengan mengetahui kaidah an-nahyu ini maka seseorang akan bisa mengetahui makna yang sesuai.
Adapun kaidah-kaidah an-nahyu di antaranya adalah:
1. Nahyu/Nahi Menunjukkan tentang Keharaman
Kaidah pertama tentang nahyu adalah bahwa hukum asal dari nahyu adalah pengharaman (tahrim). Kaidah ini berbunyi:
اَلْاَصْلُ فِى النَّهْيِ لِلتَّحْرِيْمِ
“Pada asalnya, nahyu atau nahi itu menunjukkan haram”. Hukum Asal dari nahi itu adalah tahrim atau pengaharaman. Yaitu apabila adalah ucapan Nabi, “Jangan lakukan” misalnya, maka wajib hukumnya untuk tidak melakukannya dan haram apabila dilaukkan. Hal ini karena asalnya larangan adalah tahrim atau pengaharaman.
Meskipun demikian, adakalanya nahyu atau nahi ini tidak berarti pengharaman, melainkan bisa berarti makruh (tidak disukai), doa, petunjuk, ancaman, putus asa dan menghina. Berikut ini adalah penjelasannya:
a. Nahyu/Nahi berarti Makruh/Karahah (الكراهه )
Adapun contohnya adalah seperti hadis berikut:
ولا تصلوا فى اعطا ن الابل
“Janganlah mengerjakan shalat di tempat peristirahatan unta.”(HR. Ahmad dan at-Thirmidzi). Adapun kalimat Larangan dalam hadits di atas tidak menunjukkan pengharaman atau sesuatu yang haram, melainkan hanya makruh saja. Hal ini dikarenakan tempat peristirahatan unta itu kurang bersih dan dapat menyebabkan shalatnya kurang khusyu’ sebab terganggu oleh unta.
b. Nahyu berarti Do’a (الدعاء )
Contohnya adalah sebagaiman dalam ayat berikut:
رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا
“Ya Tuhan kami! Janganlah Engkau jadikan kami cenderung kepada kesesatan setelah Engkau beri petunjuk kepada kami.” (QS. Ali Imran : 8)
Adapun kalimat nahi/nahyu yaitu janganlah dalam ayat itu tidak menunjukkan larangan atau pengharaman, melainkan permintaan hamba kepada Tuhanya. Hal ini karena pengharaman ini berasal dari syari’ kepada mukallaf. Adapun dalam ayat di atas adalah doa dari hamba kepada Allah.
c. Irsyad ( الارشاد) artinya bimbingan atau petunjuk
Misalnya : يا ايها الذين امنوا لا تسئلوا عن اشياء ان تبد لكم تسؤكم (المئدة :۱۰ “Hai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu menanyakan hal-hal yang jika diterangkan kepadamu akan memberatkan kamu.” (QS. Al-Maidah : 101) Larangan ini hanya merupakan pelajaran, agar jangan menanyakan sesuatu yang akan memberatkan diri kita sendiri.
d. Tahqir (التحقير ) artinya meremehkan atau menghina.
Misalnya : لاتمد ن عينك الى ما متعنا به ازوا جا منهم (الحجر :۸۸ “Dan janganlah sekali-kali kamu menunjukkan pandanganmu kepada kenikmatan hidup yang telah Kami berikan kepada beberapa golongan di antara mereka (orang-orang kafir).” (QS.al-Hijr : 88)
e. Tay’is (التيئيس ) artinya putus asa.
Misalnya adalah sebagaimana ayat berikut : لاتعتذ ر وااليوم (التحريم :۷ “Dan janganlah engaku membela diri pada hari ini (hari kiamat).” (QS.at-Tahrim : 7)
f. Tahdid ( التهديد) artinya mengancam
Misalnya : لاتطع امرى “Taidk usah engkau turuti perintah kami.” g. I’tinas ( الائتناس ) artinya menghibur. Misalnya : لاتحزن ان الله معنا (التوبة :٤۰ “Jangan engkau bersedih, karena sesungguhnya Allah beserta kita .”
2. Larangan Sesuatu, Suruhan bagi Lawannya
اَلنَّهْيُ عَنِ الشَّيْئِ اَمْرٌ بِضِدِّهِ “Larangan terhadap sesuatu berarti perintah akan kebalikannya”. Contoh: Firman Allah Swt. لاَ تُشْرِكْ بِاللهِ (لقمـان: 13 “Janganlah kamu mempersekutukan Allah … (QS. Luqman, 13) Ayat ini mengandung perintah mentauhidkan Allah Swt, sebagai kebalikan larangan mensekutukan-Nya.
3. Larangan yang Mutlak
اَلنَّهْيُ اْلمُطْلَقُ يَقْتَضِى الدَّوَامِ فِى جَمِيْحِ اْلاَزِمِنَةِ “Larangan yang mutlak menghendaki berkekalan dalam sepanjang masa” Dalam suatu larangan yang berbentuk mutlak, baik membawa kebinasaan maupun menjauhinya, baru mencapai hasil yang sempurna, apabila dijauhi yang membinasakan itu selama-lamanya. Misalnya: Perkataan orang tua pada anaknya, “Jangan dekati singa itu” untuk melepaskan diri dari kebinasaan.
4. Larangan dalam Urusan Ibadah
النَّهْيُ يَدُّلُ عَلَى فَسَدِ اْلمُتْهِيٌّ عَنْهُ فِى عِبَادَاتِ “Larangan menunjukkan kebinasaan yang dilarang dalam beribadah”. Untuk mengetahui mana yang syah dan mana yang batil dalam urusan ibadah, harusnya setiap orang itu mengerjakan perintah dan menjauhi larangan-Nya.
5. Larangan dalam Urusan Mu’amalah
اَلنَّهْيُ يَدُّلُ عَلَى فَسَدِ اْلمُتْهِيٌّ عَنْهُ فىِ اْلعُقُوْد “Larangan yang menunjukkan rusaknya perbuatan yang dilarang dalam ber’aqad” Misalnya menjual anak hewan yang masih dalam kandungan ibunya, berarti akad jual belinya tidak sah. Karena yang diperjualbelikan tidak jelas dan belum memenuhi rukun jual beli.
Itulah informasi tentang an-nahyu atau nahi (larangan) dalam ilmu ushul fikih yang terkait dengan al-Quran maupun hadis dari website dalamislam.info. Semoga bermanfaat dan menambah wawasan terkait dengan ushul fikih.