Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Pengalaman Mengajar di Kelas SD

Karena diriku sudah mengikuti kuliah 5 semester maka sesuai jadwal kegiatan perkuliahan aku pun wajib mengikuti KKN. Setelah ditentukan kelompok dan juga guru pembimbing, maka aku pun bakalan mengikuti kegiatan KKN di sebuah desa kecil di daerah Kulon Progo Jogjakarta.

Setelah persiapan matang, aku beserta rombongan pun menuju ke daerah yang dituju kemudian kita sowan kepada seorang kiai pengasuh pondok pesantren di sana, tempat kita akan melaksanakan pengabidan KKN.

Kami beserta pembimbing pun mengunjungi kediaman pengasuh pesantren kemudian pembimbing kami yang menjadi juru bicara kemudian bermaksud menyerahkan kami untuk bisa melaksanakan kegiatan KKN di pesantren tersebut kepada pengasuh.

Menjadi Pengajar di SD

Setelah mendapatkan tempat tinggal, kami pun langsung melaksanakan kegiatan-kegiatan dalam agenda KKN. Di antaranya adalah melaksanakan survey lapangan kemudian melakukan diskusi untuk dibuat kegiatan kemasyarakatan selanjutnya.

Di antara kegiatan tersebut adalah melaksanakan pengabdian di sekolah dasar atau SD yang ada di lingkungan pesantren. SD itu banyak muridnya yang termasuk anak yatim piatu, karena murid tersebut berasal dari santri pesantren tersebut.

Aku pun kebagian untuk mengajar di salah satu kelas SD di sekolah tersebut. Satu kelas ada sekitar 20 anak, aku mengajar di kelas 5.

Kondisi sekolah yang aku tempati itu termasuk sekolah yang fasilitasnya kurang memadahi, terutama dalam hal gedung. Hal ini karena jumlah muridnya yang cukup banyak, namun gedungnya terbatas.

Walhasil aku pun mendapatkan kelas yang tempatnya ada di gedung serbaguna. Gedung itu seperti pendopo sehingga tidak ada tembok atau sekatnya sehingga semi terbuka.

Pengalaman Mengajar di Kelas SD

Adapun pengalamanku mengajar di SD tersebut itu ada manis pahitnya. Adapun manisnya pengalaman mengajar di SD itu adalah aku bisa bertemu dengan anak-anak yang lucu-lucu dan lugu.

Apalagi kalau aku tahu kalau anak-anak itu adalah anak yatim sehingga aku pun merasa iba namun salut dengan semangat mereka. Karena meskipun tidak memiliki orang tua namun mereka terlihat tegar dalam menjalani hidup.

Adapun pengalaman pahitnya, salah satunya adalah karena fasilitas kelas kurang memadahi, jadi kegiatan belajar mengajar menjadi kurang efektif. Misalnya saja karena ruang kelasnya tidak ada temboknya, jadi aku harus bersuara lantang agar bisa terdengar oleh semua murid.

Terlebih banyak yang kurang fokus dalam belajar karena para murid kadang melihat ke arah belakang misalnya kalau ada mobil atau objek lainnya. Hal ini karena memang ruangannya itu semi terbuka.

Meskipun demikian, secara keseluruhan, pengalaman mengajar di sekolah itu sangatlah menyenangkan. Karena kita bisa tahu bagaimana rasanya mengajar di SD dan berbakti kepada masyarakat.

Aku sendiri berharap suatu saat bisa membuka lembaga pendidikan yang bisa membantu anak-anak terutama para anak yatim dan kurang mampu untuk bisa belajar dan mengecap ilmu.

Apalagi belajar itu adalah kewajiban, seperti yang sudah diatur oleh undang-undang bahwa masyarakat Indonesia memiliki kewajiban untuk belajar selama 12 tahun.

Tentu saja kewajiban ini harus disertai dengan fasilitas yang memadahi agar belajar mengajar bisa maksimal.