Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Biografi dan Perjalanan Hidup Sultan Alfatih Fatih Sultan Mehmet Sang Penakluk

Kesultanan Turki Usmani merupakan salah satu kerajaan Muslim terbesar yang bertahan hingga 600 tahun lamanya.

Wilayah kekuasaan Turki Usmani pada masa kejayaannya membentang mencakup kawasan di tiga benua, yaitu Asia Eropa dan Afrika.

Kerajaan Turki secara keseluruhan pernah dipimpin oleh sebanyak 36 sultan, yang dimulai dengan sultan Osman gazi dan diakhiri oleh sultan Mehmed VI. 

Dari banyaknya sultan Turki Usmani, beberapa di antaranya merupakan sultan yang paling banyak dikenal karena keberhasilan yang dicapainya.

Dan salah satu sultan yang paling terkenal, baik di dunia Islam maupun dunia barat adalah Sultan Mehmet Alfatih, atau sultan Sang Penakhluk.

Sultan Mehmet disebut sebagai al-Fatih atau Penakhluk karena keberhasilannya dalam menaklukkan konstantinopel, sebuah kota milik Romawi yang dikabarkan oleh Rasulullah Saw.dalam hadis, bahwa kota itu akan ditaklukkan oleh umat Islam.

لَتُفتَحنَّ القُسطنطينيةُ ولنِعمَ الأميرُ أميرُها ولنعم الجيشُ ذلك الجيشُ

“Sesungguhnya akan dibuka kota Konstantinopel, sebaik-baik pemimpin adalah yang memimpin saat itu, dan sebaik-baik pasukan adalah pasukan perang saat itu“.


Pada video ini, kita akan menyimak tentang sejarah dan biografi sultan Mehmed al-Fatih, Sang Penakluk Konstantinopel.

Namun sebelum itu, untuk membantu agar channel ini

Sultan Mehmet II atau yang dikenal sebagai Fatih Sultan Mehmet merupakan raja ke tujuh Kesultanan Turki Usmani.

Sultan Mehmet menjabat sebagai raja kesultanan turki Usmani setelah kematian ayahnya, yaitu sultan Murad II, dari tahun 1451 hingga tahun 1481 M. 

Di masa sebelumnya, sultan Mehmet juga pernah menjabat sebagai sultan untuk menggantikan ayahnya di usia 12 tahun pada masa yang singkat yaitu antara tahun 1444 hingga tahun 1446 masehi.

Sultah Mehmet lahir pada tahun 1432 M di Edirne, yang saat itu merupakan ibukota kerajaan Turki Usmani. 

Ayahnya adalah sultan murad II, sedangkan ibunya bernama Huma Hatun, putri dari Tacettin Bey, seorang adipati dari kadipaten candarli oglu yang terletak di daerah sinop Turki.

Setelah Mehmed kecil berada di Edirne sampai usia 2 tahun, setelah dia pun dikirim ke daerah Amasya, tempat di mana kakaknya yang bernama Ahmed menjadi pemimpin di sana untuk belajar dalam kepemimpinan. 

Setelah kakaknya meninggal, Mehmed pun menggantikan posisi kakaknya menjadi pemimpin pada usia 6 tahun.

Semenjak kecil Mehmed termasuk anak yang cerdas sekaligus sosok yang agresif sehingga tidak mudah untuk mendidiknya.

Kecerdasan Mehmed muda terbukti salah satunya bahwa dirinya telah menguasai 7 bahasa, bahasa seperti bahasa Latin, Yunani, Italia, Arab, Persia, serbia dan termasuk bahasa ibunya yaitu bahasa Turki.

Murad sang ayah mempercayakan pendidikannya kepada Molla Gurani, seorang ulama yang dikenal alim dan berwibawa saat itu.

Dengan kedisiplinan yang baik, Molla Gurani mampu mendidik Mehmed menjadi anak yang berkembang dengan baik.

Pada masa itu, wilayah Turki Usmani diapit oleh berbagai serangan yang berasal dari Wilayah Timur dan Barat. 

Di barat, Turki Usmani banyak bertempur dengan kerajaan-kerajaan Eropa seperti Kerajaan Hongaria, dan Serbia.

Sedangkan di Anatolia, Turki Usmani disibukkan dengan perlawanan dari Kadipaten karamanid yang dipimpin oleh Ibrahim Bey.

Ketika sultan Murad kembali ke Edirne pada bulan Oktober setelah mengalahkan raja Karaman Ibrahim Bey di Anatolia pada musim panas 1443, ia menerima kabar bahwa tentara Kristen yang dipimpin oleh János Hunyadi, Raja Hongaria Ladislas beserta kekuatan Serbia telah mulai menyerang wilayah kerajaan Turki di daerah selatan Danube.

Pada saat yang sama, sultan Murad mendapatkan kabar pahit tentang kematian putranya yang lain, yaitu Sehzade Ali yang tinggal di Amasya. 

Dengan kematian saudara-saudaranya, otomatis Mehmed menjadi pewaris tahta satu-satunya kelak dari sang ayah yaitu sultan Murad.

Setelah Sultan Murad berhasil menghentikan serangan tentara kristen dan melaksanakan negosiasi gencatan senjata dengan mereka pada bulan desember 1443, sultan Murad memerintahkan pasukannya untuk membawa Mehmed dari Manisa ke Edirne.

Sebulan setelah membuat perjanjian dengan Hongaria di Edirne pada bulan Juni tahun 1444, Sultan Murad pun meninggalkan putranya Mehmed sebagai "gubernur" di Edirne di bawah kendali Wazir Agung Candarlı Halil Pasha, dan sultan Murad pun pergi ke Anatolia untuk meredam serangan dari para pasukan Karamanoglu di sana.

Sultan Murad datang ke Yenişehir dan membuat kesepakatan perdamaian dengan Pemimpin Karamanoglu.

Setelah selesai, sultan Murad pun meninggalkan Yenişehir, dan mengumumkan kepada Pemimpin janisari, tentara Elitnya yang bernama Hızır Ağa dan juga adipati lainnya bahwa ia telah secara resmi mengundurkan diri dari tahta untuk kemudian digantikan oleh putranya, yaitu Sultan Mehmet. 

Pada saat itu, Sultan Mehmet masih berumur 12 tahun. 

Setelah itu, Sultan Murad pun kemudian menetap di Bursa sementara pasukannya kembali ke Edirne. Sultan Murad merasa bahwa di kawasan barat dan timur telah tercipta perjanjian perdamaian sehingga ia pun bisa tenang sementara dirinya tidak menjadi sultan.

Namun ternyata, sesaat setelah Mehmed naik tahta pada wilayah Utsmani diserang oleh  Kerajaan Hongaria yang dipimpin János Hunyadi yang melanggar gencatan senjata yang tertuang dalam Perjanjian Szeged sebelumnya. 

Dalam keadaan seperti ini, sultan Mehmed meminta ayahnya untuk kembali naik takhta, tetapi Murad menolak. Sebagai balasan, Mehmed menulis surat, "Bila Ayah adalah sultan, datanglah dan pimpinlah pasukan Ayah. Bila aku adalah sultan, aku memerintahkan Ayah untuk datang dan memimpin pasukanku." Murad kemudian datang dan memimpin pasukan, mengalahkan pasukan gabungan Hongaria-Polandia dan Wallachia yang dipimpin oleh Władysław III, juga János Hunyadi, Mircea II  dalam Pertempuran Varna pada tahun (1444).

Setelah perang itu, Sultan Murad pun kembali ke Manisa dan tetap memberikan tahtanya kepada sultan Mehmed muda.

Namun Pada bulan Mei 1446, sultan Murad kembali ke Edirne sekali lagi atas permohonan Wazir Agung Candarli Halil Pasha. 

Hal Ini karena sultan Mehmed membuat rencana untuk menyerang Konstantinopel, yang mana hal itu dinilai akan melemahkan pasukannya sendiri mengingat mehmet masih terlalu muda dan konstantinopel masih sangat kuat.

Setelah sultan Murad kembali menjadi sultan, sultan Mehmed pun pergi ke Manisa untuk menjabat sebagai gubernur di sana.

Sultan Murad meninggal pada tanggal 3 Februari 1451. Mehmed pun menerima berita tentang kematian ayahnya dalam sebuah surat yang dikirim oleh Wazir Agung Halil Pasha ke Manisa.

Dengan cepat pun Mehmed menaiki kudanya dan berangkat ke Edirne untuk mengklaim tahtanya. Mehmed naik takhta untuk kedua kalinya di Edirne pada tanggal 19 Februari 1451 pada usia 19 tahun.


Setelah berhasi Naik tahta, sultan Mehmed pun melaksanakan rencana pertamanya, yaitu menakhlukkan konstantinopel.

Konstantinopel merupakan daerah yang sangat istimewa, karena kota itu terletak di wilayah yang strategis, yaitu wilayah Eropa dan Asia.

Konstantinopel menjadi jalur yang sangat sibuk karena kota itu menghubungkan antara Eropa Asia serta jalur laut antara laut mediterania, Aegean dan juga laut hitam.

Siapapun yang menguasai konstantinopel, maka ia menguasai dunia, begitulah pepatah terkenal tentang kota Konstantinopel.

Bahkan Napoleon Bonaparte pernah berkata, seandainya dunia itu satu negara, maka ibukotanya adalah Konstantinopel.

Oleh karenanya, banyak raja yang berusaha untuk menakhlukkan konstantinopel, namun semuanya gagal. Kerajaan Romawi Timur tetap jaya dalam benteng konstantinopel.

Sebanyak 28 kali Konstantinopel dikepung oleh para penguasa, namun semuanya gagal.

Baik penguasa muslim maupun non muslim, semuanya gagal dalam merebut kota konstantinopel dari tangan penguasa bizantium.

Dari maum muslim sendiri, sejak zaman Muawiyah, hingga Abbasiyah beberapa kali usaha untuk menakhlukkan konstantinopel sudah dilakukan, namun semuanya berakhir dengan kegagalan.

Bahkan sebelum Mehmet al-Fatih, para pendahulunya termasuk ayahnya sendiri yaitu sultan Murad II.

Hal ini karena konstantinopel dikelilingi benteng yang kuat yang sulit ditembus oleh peralatan perang saat itu.

Posisi konstantinopel yang berada di pinggir selat pun membuatnya sulit untuk dilakukan pengepungan.

Saat daratannya dikepung, Konstantinopel bisa bertahan di dalam benteng dan menunggu bantuan yang datang dari Eropa melalui jalur laut selat bosporus.

di sebelah timur konstantinopel terdapat tanduk emas, sebuah muara yang memisahkan daratan konstantinopel dengan daerah di sebelahnya.

Tanduk emas ini merupakan pintu masuk laut ke dalam konstantinopel, namun terdapat rantai besar yang menjadi penghalang bagi kapal musuh untuk memasukinya.

Sesaat setelah menjadi raja, Sultan Mehmet pun mulai melangsungkan rencananya untuk menakhlukkan konstantinopel.

Di tepi Selat Bosporus bagian Asia, telah berdiri benteng Anadolu Hisarı yang dibangun oleh Sultan Bayezid I. 

Maka sultan Mehmed pun menindaklanjuti dengan membangun benteng Rumeli Hisarı yang lebih kokoh di tepi Eropa Bosporus. 

Pembangunan ini menjadikan Kerajaan Utsmani memiliki kendali penuh atas Selat Bosporus sehingga bisa memutus bantuan yang akan datang menuju ke konstantinopel.

Persiapan untuk mengepung Konstantinopel semakin dekat. Sultan Mehmed juga telah menyiapkan pasukan Janissary yang melegenda untuk memuluskan penakhlukkan konstantinopel.

Selain itu, Meriam Raksasa yang terkenal itu pun juga telah selesai dibuat untuk bisa segera digunakan dalam pengepungan.

Kisah tentang pasukan Janissary dan juga meriam raksasa al-Fatih ini dapat anda lihat videonya melalui link di kolom deskripsi.

Pada tahun 1453, Sultan Mehmed memulai pengepungan Konstantinopel dengan pasukan berjumlah antara 80.000 sampai 200.000 orang, kereta api artileri,dan 320 kapal. 

Pasukan induk berjalan dari Edirne hingga konstantinopel dan setelah sampai di sana kemudian dilakukan taktik pengepungan.

Sultan Mehmet sebagaimana tradisi Turki Usmani menawarkan kepada raja Konstantin melalui utusan agar ia mau melepaskan kota Konstantinopel kepadanya, namun raja Konstantin menolak.

Dengan penolakan itu, pengepungan dan tembakan meriam pun segera dimulai untuk menembus benteng kota. Hal ini terjadi pada awal april musim semi tahun 1453 M.

Armada utama dan meriam raksasa dan beragam meriam yang lebih kecil lainnya di tempatkan di depan tembok utama sebelah utara.

Armada ditempatkan di pintu Bosporus dari pantai ke pantai untuk menghadang bantuan yang datang dari Eropa untuk Konstantinopel melalui laut.

Pada awalnya, tembok kota dapat menahan pasukan Utsmani, meskipun Sultan Mehmed telah menggunakan meriam terbesar saat itu yang dibuat oleh Orban.

Tembakan demi tembakan siang dan malam dilakukan untuk menembus benteng utama sebelah utaram.

Namun pertahanan benteng yang begitu kuat membuat sultan harus memikirkan cara lain untuk bisa menembus benteng itu.
Konstantinopel memiliki benteng yang tidak terlalu kuat yang ada di sebelah timur atau di bagian sisi tanduk emas.

Jika kapal dengan meriam bisa masuk ke sana maka bisa dipastikan tembok itu akan mudah untuk dihancurkan.

Namun, Pelabuhan Tanduk Emas dilindungi menggunakan rantai penghadang besar yang hanya bisa dikontrol dari konstantinopel untuk membukanya.

Sultan Mehmet memiliki ide yang brilian, Pada tanggal 22 April, sultan Mehmed memerintahkan pasukan untuk menarik kapal perangnya ke darat, menaiki bukit di sekitar koloni Genova di Galata, dan kemudian turun ke Tanduk Emas. 

Delapan puluh kapal diangkat dari Bosporus setelah membuka rute, kurang lebih satu mil, dengan kayu. Dengan keadaan demikian, pihak Romawi pun kemudian menempatkan pasukan mereka di atas dinding yang lebih panjang sehingga mengurangi pertahanan dari dinding utama. 

Usaha menggempur konstantinopel dilakukan siang dan malam, juga serangan-serangan dengan pasukan darat pun terjadi di depan benteng. 

Hingga sekitar sebulan kemudian, benteng berhasil runtuh dan pasukan Turki Usmani berhasil merasuk ke dalam benteng dan mengalahkan pasukan bizantium yang totalnya berjumlah sekitar 7000 pasukan. 

Konstantinopel pun akhirnya berhasil ditaklukan pihak Utsmani setelah 57 hari pengepungan.

Setelah penaklukan ini, Sultan Mehmed memindahkan ibu kota Utsmani dari Edirne ke Konstantinopel. 

Kaisar Konstantinus XI sendiri meninggal pada hari penaklukan Konstantinopel, tetapi tidak ada saksi mata yang selamat yang melihat kematiannya. Kisah masyhur yang beredar menyebutkan bahwa Konstantinus menanggalkan jubah kebesarannya dan berperang bersama prajurit yang tersisa sampai meninggal dalam pertempuran.

Setelah mengambil alih kepemimpinan Konstantinopel,sultan  Mehmed mengubah Hagia Sophia yang semula adalah Basilika Ortodoks menjadi masjid. 

Sultan Mehmed juga segera memerintahkan pembangunan ulang kota, termasuk memperbaiki dinding, membangun benteng, juga membangun istana baru. Untuk mendorong kembali orang-orang Yunani dan Genova yang pergi dari Galata, Mehmed memerintahkan pengembalian rumah-rumah mereka dan memberikan jaminan keamanan.

Setelah Konstantinopel berhasil ditaklukkan, sepanjang hidupnya, sultan Alfatih pun banyak melakukan peperangan dan penaklukan yang lain hingga akhir hayatnya.

Pada tahun 1454 - 1459, sultan Mehmet melaksanakan Kampanye Militer Serbia di wilayah Serbia Serbia dan sekitarnya, menguasai Balkan dan Eropa Tengah dan mengubah tempat-tempat tersebut menjadi wilayah basis kekuatan usmani. 

Kekaisaran Turki Usmani mengerahkan Sejumlah besar tentara, dan berakhir dengan banyaknya daerah yang berhasil ditaklukkan. 

Serbia menjadi basis kekuatan turki Usmani serta Seluruh wilayah Balkan dan Eropa, hingga ke pedalaman Eropa Tengah, berada di bawah kekuasaan Utsmaniyah.

Penaklukan Morea (1458–1460)

Kedespotan Morea adalah provinsi Romawi Timur yang wilayahnya mencakup Peloponnesos atau Yunani selatan.

Sebelum penaklukan Konstantinopel, Mehmed memerintahkan sebagian pasukan Utsmani menyerang Morea. 

Hal ini menyebabkan Despot Morea saat itu, Demetrios Palaiologos dan Thomas Palaiologos yang merupakan saudara kaisar gagal memberikan bantuan saat Konstantinopel ditaklukkan  oleh Utsmani.

Setelah itu kedua despot itu berseteru dan terpecah menjadi dua kubu.

Tomas menjadi pendukung barat sedangkan Demetrios memilih berdamai dengan turki Usmani.

Thomas yang merupakan pendukung Barat meminta bantuan Barat dalam melawan Utsmani dan Demetrios yang mendukung Utsmani. 

Thomas bersekutu dengan Republik Genova dan Paus dalam menggulingkan Demetrios. Demetrios meminta bantuan Utsmani. 

Pasukan Utsmani tiba di Morea dan Mystras, ibu kota Morea, dan pasukan Thomas berhasil tunduk pada tahun 1460 M.

Penaklukan Bosnia (1463)
Stjepan Tomašević menjadi Raja Bosnia setelah ayahnya meninggal pada Juli 1461. 

Stjepan menjalin persekutuan dengan Hongaria dan meminta pertolongan Paus Pius II untuk menghadapi serangan Utsmani, dengan harapan bahwa Hongaria akan memberi Bosnia bantuan militer melalui desakan Paus.

Didorong oleh janji bantuan dari Mátyás Hunyadi dan juga kemungkinan dari Uskup Modruš sekutunya, membuat Stjepan mengambil keputusan fatal dengan menolak membayar upeti kepada Utsmani.

Mehmed II memimpin pasukan ke negara tersebut pada 1463 dan Bobovac yang merupakan ibu kota Bosnia segera jatuh. Mehmed menundukkan Bosnia dengan cepat dan kemudian menghukum mati Stjepan Tomašević.

Di daerah tepi laut hitam anatolia, masih tersisa kekuasaan Trebizon, yang termasuk penerus dari kekuasaan Romawi.

Sultan Mehmed membawa pasukan utamanya ke Trebizond untuk mengambil alih kota tersebut pada tahun 1461. 

Mehmed tiba pada awal Juli dan pertempuran pun segera dimulai. 

SUltan mehmet berhasil mengalahkan pasukan Kaisar Dabid, dan mengepung kota lebih dari sebulan. 

Kaisar Dabid menyerah pada 15 Agustus 1461, mengakhiri riwayat Kekaisaran Trebizond.

Di bagian timur, Sultan Mehmet juga menyelesaikan pertempuran dengan merebut kembali beberapa wilayah yang diambil oleh Adipaten Karaman. 

Pada tahun 1466, sultan Mehmed kemudian menduduki Karaman (Larende) dan Konya sehingga mampu menyetabilkan daerah timur.

Pada tahun-tahun berikutnya, sultan Mehmet terus-menerus memperluas kekuasaan Turki Usmani terutama di wilayah Eropa.
Pada tahun 1481, sultan Mehmed bergerak memimpin pasukan untuk memperluas kekuasaan di sekitar Italia, tetapi kemudian sultan Mehmet sakit. 

Saat itu Mehmed berusaha melakukan penaklukan terhadap Rodos dan Italia selatan, namun sebagian sejarawan menyatakan bahwa peperangan selanjutnya diarahkan untuk menundukkan Mesir yang saat itu dikuasai Kesultanan Mamluk, juga mengambil gelar khalifah yang dipegang keturunan Abbasiyah yang hidup di Mesir dalam perlindungan Mamluk sejak 1261.

Tak lama setelah sakit, Sultan Mehmed Wafat pada tanggal 3 Mei 1481 di usia 49 tahun. 

Ada beberapa sumber yang menyatakan penyebab wafatnya sultan Mehmet, satu sumber disebutkan bahwa Ia diracun oleh dokter pribadinya, seorang mualaf berbangsa Yahudi.

Namun sumber lain menyebutkan ia wafat karena memang sakit yang diderita.

Berita kematian Mehmed menggembirakan Eropa. Lonceng gereja didentangkan dan perayaan dihelat. Di Venesia, berita itu disebarkan dengan pernyataan, "La Grande Aquila è morta!" (Sang Elang Agung telah mati!).

Sepeninggal Sultan Mehmed, terjadi perselisihan perebutan takhta antara dua putra Mehmed, Bayezid dan Cem.

Hal ini menjadikan pendudukan Utsmani atas kawasan Italia selatan berakhir dengan perundingan dan pasukan Utsmani mundur ke Albania setelah sekitar tiga belas bulan masa pendudukan.

Hingga wafatnya Sultan Alfatih, dirinya berhasil memperluas kekuasaan Turki Usmani di wilayah Asia Anatolia dan Eropa daerah Balkan.

Semoga bermanfaat dan terimakasih sudah berkunjung di website kangdidik.com