Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Siapakah Ibnu Taimiyyah Itu? Biografi Ibnu Taimiyyah

Siapakah Ibnu Taimiyyah Itu? Ibnu Taimiyah merupakan seorang ulama yang cukup terkenal dalam dunia Islam. Ibnu Taimiyah merupakan salah satu ulama penting dalam pergerakan dan perjuangan. Takyuddin Ahmad ibnu Taymiyya, atau singkatnya adalah Ibnu Taymiyyah adalah seorang ulama dan pemikir asal Kurdi.

Ibnu Taimiyah merupakan salah satu ulama terpenting dari pemahaman Salaf / Salafiyya, dan yang pandangannya mempengaruhi berbagai ulama dan gerakan Islam terutama pada masa setelahnya. Pada kesempatan kali ini dalamislam.info akan mengulas biografi dan perjalanan hidup Ibnu Taimiyyah secara lebih rinci.

Siapakah Ibnu Taimiyyah?

Ibnu Taimiyyah ( dalam bahasa Arab ditulis: تقي الدين أحمد بن تيمية Taqiyyuddin Ibnu Taimiyyah, 1263-1328 M: 661-728 H) adalah salah satu ulama terpenting dalam madzhab salaf dan merupakan ulama yang kokoh dalam pergerakan perjuangan.

Ibnu Taimiyyah memiliki nama lengkap Abul Abbas Taqiyyuddin Ahmad bin Abdülhalîm bin Majduddin bin Abdussalâm bin Taimiyyah.

Ibnu Taimiyyah lahir di Harran pada tanggal 10 Rabiulawwal tahun 661 menurut kalender Hijriah. Ada juga yang mengatakan bahwa tanggal lahirnya adalah 12 Rabiulawwal.

Karena saat itu daerah Harran terganggu oleh invasi bangsa Mongol, Ibnu Taimiyyah beserta keluarganya pun pergi ke Damaskus untuk mengungsi.

Damaskus saat itu merupakan kota yang sangat penting dalam hal ilmu pengetahuan dan budaya Islam. Kelahiran dan pendidikan Ibnu Taimiyyah yang ada pada masa invasi bangsa Mongol memberi pengaruh kuat pada karakter Ibnu Taimiyyah dan juga terhadap pemikiran politiknya.

Ayah Ibnu Taimiyyah juga seorang ulama, dan setelah datang ke Damaskus, ayah Ibnu Taimiyyah mendapat kedudukan sebagai seorang guru dan beliau juga banyak melakukan dakwah di Masjid Umayyah di sana.

Kakek Ibnu Taimiyyah juga merupakan seorang ulama besar Islam, sehingga nasab yang bagus inilah menjadikan Ibnu Taimiyyah lebih fokus untuk meniti karir ilmiah sejak usia dini.

Ibnu Taimiyyah Banyak Belajar Ilmu di Damaskus

Setelah datang ke Damaskus, ayah Ibnu Taimiyyah mulai bekerja sebagai guru besar di Sükkarriyyah Dârulhadisin. Ibn Taymiyye menerima pendidikan pertamanya di sini.

Pertama-tama, Ibnu Taimiyyah mempelajari Alquran, kemudian dia mulai mempelajari hadits dengan memfokuskan diri untuk belajar beragam ilmu tentang hadits.

Sementara itu, Ibnu Taimiyyah juga sangat tertarik dengan kajian fiqh Hanbali dan ia pun juga mulai tekun mempelajarinya.

Selain itu, Ibnu Taimiyyah juga tertarik dengan ilmu tata bahasa Arab dan sejarah Arab. Dilihat dari tajamnya kritik Ibnu Taimiyyah terhadap filsafat dan logika, Ibnu Taimiyyah mungkin juga punya ketertarikan pada ilmu filsafat dan logika sehingga dia pun melakukan berbagai penelitian tentang ilmu-ilmu ini.

Ayah Ibnu Taimiyyah meninggal ketika dia baru berusia 21 tahun. Setelah kematian ayahnya, Ibnu Taimiyyah mulai mengajar  menggantikan posisi ayahnya meskipun usianya masih muda.

Ibnu Taimiyyah Banyak Memberi Kritik pada Beragam Pemikiran Saat Itu

Ibnu Taimiyyah selain sebagai ahli hukum dan hadits juga menaruh perhatian yang besar pada permasalahan akidah. Ibnu Taimiyyah juga membuat kritik umum terhadap tasawuf yang menyebar luas waktu itu meski kebanyakan tanpa menyebut nama pemikir tasawuf yang ia kritik tersebut.

Ibnu Taimiyyah juga menulis beberapa risalah mengenai permasalahan tasawuf ini dan hal ini kemudian menempatkannya pada posisi penting dalam hal kritik terhadap tasawuf.

Secara khusus, kritik Ibnu Taimiyyah terhadap pandangan Muhyiddin Ibn-Arabi memiliki tempat penting di bidang ini.

Ibnu Taimiyyah memiliki pemikiran tentang masalah akidah yang beberapa di antaranya bertentangan dengan Madzhab Asyariyyah. Ibnu Taimiyyah juga menghindari melakukan interpretasi berdasarkan akal atau filosofi dan logika.

Sementara itu, Ibnu Taimiyyah mengambil peran aktif dalam pertempuran melawan invasi Mongol yang berkembang saat itu.

Secara khusus, posisi Ibnu Taimiyyah dalam berperang dan ajakannya yang gigih untuk berjihad melawan bangsa Mongol menjadikan ia berbeda dari banyak para ulama lainnya.

Sikap oposisi semacam yang dimiliki Ibnu Taimiyyah pun membuatnya memiliki banyak musuh. Ibnu Taimiyyah memutuskan untuk pergi ke Mesir namun karena adanya sebuah tuduhan dia pun dikurung dalam penjara bawah tanah.

Ibnu Taimiyyah dibebaskan setelah sekitar satu setengah tahun di penjara bawah tanah. Selama tinggal di penjara ini, Ibnu Taimiyyah mengalami berbagai penyiksaan.

Pada periode berikutnya, konflik besar muncul di antara para sufi di Mesir. Ibnu Taimiyyah sering bertengkar dan melontarkan kritik keras terhadap mereka. Setelah beberapa waktu, Ibnu Taimiyyah dipenjarakan lagi untuk menenangkan kekacauan publik yang menarik perhatian pemerintah.

Meski demikian, proses pemenjaraan ini lebih ringan dibandingkan dengan yang pertama, karena kali ini hakim pada periode itu memihak pada Ibnu Taimiyyah sehingga memungkinkan baginya untuk dihukum dalam kondisi yang lebih baik.

Ibnu Taimiyyah dibebaskan setelah beberapa saat dipenjara. Tetapi pemerintahan baru pada era itu memutuskan untuk mengeluarkan Ibnu Taimiyyah ke Alexandria dan Ibn Taymiye pun pergi kesana.

Ketika tahta Mesir berpindah tangan pada raja yang lain lagi, Ibnu Taimiyyah kembali ke Kairo untuk memenuhi undangan.

Ibnu Taimiyyah Pindah Ke Damaskus

Ketika berusia lima puluhan, Ibnu Taimiyyah pindah lagi ke Damaskus atas seruan untuk berperang melawan Mongol. Tapi perang tidak terjadi.

Meski begitu, Ibn Taimiyyah, yang tetap tinggal di Damaskus memutuskan untuk fokus pada kajian fiqh.

Meskipun Ibnu Taimiyyah menganut madzhab Hanbali, tidak dapat dikatakan bahwa dia sepenuhnya terikat pada madzhab tersebut.

Dari waktu ke waktu Ibnu Taimiyyah setuju dengan beragam pandangan dari keempat aliran fikih. Ibnu Taimiyyah pun juga memiliki pandangan yang berlawanan terhadap madzhab-madzhab itu dari waktu ke waktu dengan beragam alasan yang mendasari pandangannya.

Meskipun pemerintah melarang perilaku ini, Ibnu Taimiyyah tidak segan-segan mengemukakan pendapatnya sendiri dan mengeluarkan fatwa yang bertentangan dengan pandangan empat madzhab.

Ibn Taymiyya dipenjara di Damaskus sebagai akibat dari perilaku tersebut meskipun larangan itu telah berkali-kali diperingatkan oleh pemerintah. Ibnu Taimiyyah dibebaskan setelah hampir enam bulan di penjara.

Setelah itu, kelompok anti Ibnu Taimiyyah menggaungkan salah satu fatwa lamanya, yang mana hal tersebut menyebabkan dia berselisih dengan pemerintah.

Akibatnya Ibnu Taimiyyah pun dipenjara lagi. Selama di penjara, tekanan semakin meningkat dan dia akhirnya dilarang untuk membaca dan menulis di penjara. Ibn Taymiyya meninggal dua tahun kemudian, pada tahun 1328, karena suatu penyakit yang dideritanya.