Mengapa Nabi Muhammad diberi gelar al-Amin?
Nabi Muhammad Saw. merupakan nabi terakhir yang diutus kepada umat manusia. Sebagaimana para nabi terdahulu, nabi Muhammad Saw. juga memiliki gelar luhur yang diberikan kepadanya. Salah satu gelar itu adalah al-Amin.
Lalu apa yang dimaksud dengan al-Amin? dan kenapa Nabi Muhammad diberi gelar al-Amin? Pada kesempatan kali ini kita akan membahasnya secara tuntas insyaAllah.
Arti Gelar al-Amin pada Nabi Muhammad Saw
Gelar al-Amin adalah gelar yang didapatkan oleh Nabi Mhammad bahkan sebelum Islam datang atau sebelum beliau diutus menjadi nabi. Adapun al-Amin ini termasuk gelar yang menunjukkan salah satu kata sifat yang diberikan kepada Nabi (saw) dan gelar ini adalah gelar yang sesuai dengan sifat beliau.
Adapun arti atau pengertian dari al-Amin adalah “yang dipercaya, tidak berkhianat, menepati janji, setia juga bisa berarti “orang yang tidak takut pada orang lain”.
Mengapa Nabi Muhammad diberi gelar al-Amin?
Menurut sumber riwayat, Hz. Nabi Muhammad tumbuh dengan sempurna tanpa ikut melakukan hal buruk atau kejahatan yang umum dilakukan oleh masyarakat di Zaman Jahiliyah. Hal ini karena memang calon nabi itu diberi perlindungan oleh Allah SWT.
Kenapa Nabi Muhammad mendapatakan julukan al-Amin? Jawabnnya adalah sebagai berikut:
Nabi Muhammad sejak kecil terkenal dengan sifatnya yang sangat mulia. Nabi dikenal sebagai orang yang paling berani, paling baik hati, paling mulia, paling taat pada hak bertetangga, paling patuh, paling jujur, dan paling dapat diandalkan di sekelilingnya.
Nabi Muhammad mendapatkan gelar al-Amin karena beliau adalah orang yang terpercaya, paling jujur, dan selalu bertindak dan mengatakan yang sebenarnya.
Nabi Muhammad terkenal dengan julukan “Muhammad al-Amin” atau Muhammad yang terpercaya karena Allah Ta’ala mengumpulkan semua sifat baik tersebut dalam dirinya.
Salah satu bukti yang menunjukkan bahwa nabi Muhammad memiliki sifat bisa dipercaya ini adalah sebagaimana peran beliau dalam kegiatan perbaikan Ka’bah dan penggantian Hajar Aswad.
Setelah pembangunan Kakbah selesai, masing-masing suku pun ingin mengambil bagian dalam peletakan Batu Kakbah kembali ketempatnya.
Hal ini karena siapapun yang bisa meletakkannya kembali maka itu adalah sebuah kehormatan. Oleh karenanya konflik pun muncul dan penyelesaian masalah diserahkan kepada orang pertama yang terlihat di depan Ka’bah keesokan harinya.
Ternyata keesokan harinya ketika terlihat bahwa orang pertama itu adalah Nabi Muhammad (saw), maka semua orang pun menyatakan kerelaan terhadap nabi Muhammad dan mereka “al-Amin akan datang”.
Nabi Muhammad adalah pedagang yang terpercaya. Sebelum beliau diutus menjadi Rasul, beberapa orang Quraisy memiliki barang-barang berharga yang dititipkan dan dipercayakan kepada Nabi Muhammad (saw) .
Ketika Rasulullah (saw) datang ke rumah setelah turunnya wahyu pertama, beliau merasa ketakutan sehingga siti Khadijah berkata:
“Jangan takut! Aku bersumpah demi Tuhan Dia tidak akan pernah mempermalukanmu. Karena engkau menjaga kerabatmu, engkau membantu pekerjaan mereka yang tidak mampu melakukannya, engkau membantu orang miskin, engkau menjamu tamu; engkau membantu orang-orang dalam hal-hal yang muncul di jalan kebenaran.”
Saat siti Khadijah ini menghibur nabi, beliau menghiburnya dengan menekankan sifat nabi yang merupakan al-Amin atau terpercaya.
Abu al-As, menantu Nabi (saw), menyebut Zainab istrinya (putri Nabi Muhammad) sebagai “Putri al-Amin” dalam sebuah puisi yang dia nyanyikan tentang Zainab sebelum Abu al-As menjadi seorang Muslim .
Selain itu, seorang penyair bernama Ka’b bin Malik juga menggunakan ungkapan “al-Amin” saat memujinya.
Dalam hal menyampaikan wahyu ilahi secara tepat dan memenuhi tugasnya, Hz. Nabi (saw) terus-menerus dijuluki dengan gelar ini sampai menjadi nabi.
“orang yang percaya dan percaya”, digunakan dalam Al Qur’an tentang Rasulullah (saw), “Dia beriman kepada Allah dan percaya orang-orang beriman.” (Pertobatan, 9/61) .
Gelar atau Sifat al-Amin adalah gelar bagi para Nabi
Sifat dapat dipercaya adalah salah satu sifat utama dari semua nabi. Dalam Al-Qur’an, saat menceritakan kisah Nuh, Hud, Shalih, Lut dan Shuayb, disebutkan bahwa masing-masing dari mereka adalah “utusan yang terpercaya yang dikirim kepada suku mereka” . (Shuara 26/107, 125, 143, 162, 178)
Misalnya adalah ketika Nabi Musa datang kepada Firaun untuk membawa umat Bani Israil yang dianiaya, nabi Musa berkata:
(dengan berkata), “Serahkanlah kepadaku hamba-hamba Allah (Bani Israil). Sesungguhnya aku adalah utusan (Allah) yang dapat kamu percaya, (ad-Dukhan 18).