Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Empat Nasehat untuk Menjadi Pribadi Yang Sukses

“Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Rabb yang menciptakan langit dan bumi, dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan.” Qur’an Surah Al-An’am [6]: Ayat 79
img pixabay.com
Penulis pernah melakukan kunjungan bersama di Pesantren al-Ittifaq Ciburial Bogor yang diasuh oleh KH. Fuad Affandi. Pemandangan yang lain daripada yang lain jika kita bandingkan dengan pesantren yang biasanya. Jalan untuk menuju pesantren dikelilingi dengan hamparan kebun luas dengan berbagai macam sayuran dan buah-buahan. Ternyata pesantren ini adalah pesantren yang mengembangkan agrobisnis. Pesantren ini termasuk pemasok bahan sayur dan buah ‘kelas atas’ untuk supermarket di wilayah Jawa Barat dan Jakarta.

Hal ini bertolak belakang dengan kondisi zaman dulu dimana daerah tersebut terkenal dengan penduduknya yang kolot. Rumah tidak boleh ditembok, tidak boleh ada listrik, radio, atau apapun yang berbau ‘Barat’. Tetapi dengan tekad bulat dan usah keras, Mang Fuad, sapaan akrab beliau, mampu mendobrak sikap konservatif dari penduduk sekitar. Ketika penulis bertanya kepada beliau, “Sebenarnya apa sih yang membuat Abah Fuad mampu untuk sukses dan merubah segala keadaan menjadi berbalik 180˚?”

Mendengar pertanyaan tersebut beliau menjawab, bahwa salah satu kuncinya adalah dengan melaksanakan 4 hal, yaitu, (1) Shalat, (2) awal Waktu, (3) Jama’ah, (4) Di Masjid atau disingkat “shalat tepat waktu jama’ah di masjid”. Jawabannya memang agak humoris, tetapi memang benar begitu. Kata beliau, cara untuk menggapai cita-cita adalah dengan merasa bahwa diri kita butuh kepada Allah Swt. sebagai Dzat Yang Maha Pemberi. Bukti paling kuat untuk menunjukkan kita butuh kepada Allah adalah dengan secepatnya memenuhi undangan Allah saat adzan tiba. Sebaliknya, kalau orang mendengar adzan tetapi tidak beranjak untuk memenuhi ajakan melaksanakan shalat bersama, maka dia bukan termasuk orang yang butuh kepada Allah. Semakin kita cepat datang ke Masjid untuk berjama’ah maka semakin membuktikan bahwa kita butuh terhadap rizki, rahmat, dan ilmu dari Allah.

Memang, hal penting yang menjadi ciri utama santri adalah shalat di awal waktu berikut jama’ah bersama-sama di masjid. Jika tidak bisa melaksanakan keempatnya maka bisa ketiganya, yaitu shalat awal waktu berjama’ah dimanapun tempatnya. Jika tidak bisa berjama’ah, maka setidaknya shalat awal waktu. Jika kesulitan awal waktu, maka ini lah batas terakhir, yaitu melakukan shalat pada waktunya. Banyak sekali keutamaan berjama’ah baik manfaat untuk spiritual atau pun sosial.

Rasulullah Saw. bersabda “Shalat jama’ah lebih utama dua puluh tujuh derajat daripada shalat sendirian.” (HR. Muslim). Dalam Hadis Lain, Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya jika seseorang di antara kamu berwudhu dengan baik kemudian ke masjid dan tidak ada niatan kecuali untuk shalat maka dia melangkahkan kakinya satu langkah kecuali pastilah Allah mengangkat dirinya satu derajat dan menghapuskan dari dirinya satu dosa sampai dia masuk masjid.” (HR. Ibnu Majah).

Fakta Orang-orang yang Shalat Jama’ah

Pernah terjadi dialog kecil antara penulis dengan teman-teman saat masih nyantri di pondok. Dalam pojok kamar depan jejeran almari, kami ‘ngerasani’ seorang kyai yang dilihat dari dhahirnya seakan-akan tidak pernah bekerja. Kerjanya hanya mengaji dan mendidik santri serta masyarakat saja. Pagi, siang, sore, dan malam selalu dan selalu mengaji. Tiada hari tanpa mengaji bagi kyai. Tetapi malah seakan-akan rezeki nempel sendiri. Mobil tak kalah mewah dengan para pejabat. Bisa membangun gedung-gedung pesantren yang luas nan megah. Setiap hari tidak sepi para tamu berkunjung entah pejabat, ulama, wali santri, maupun orang-orang besar lainnya datang untuk sowan kepada beliau.

Ada satu yang khas dari kyai ini. Semua santrinya diwajibkan untuk melaksanakan shalat jama’ah. Bagi siapa yang tidak ikut jama’ah, ada hukuman tersendiri. Di setiap ‘dawuh’ tak ketinggalan beliau berpesan untuk selalu menjaga shalat jama’ah di masjid utama pesantren. Ternyata beliau merupakan salah satu bukti bahwa shalat jama’ah bisa menjamin rezeki seseorang karena pangkal dari rezeki adalah menjaga shalat lima waktu, dan shalat berjama’ah itu adalah cara tepat untuk menjaga shalat fardhu lima waktu tersebut. Di antara cara-cara untuk menjaga shalat adalah, (1) melaksanakannya di awal waktu, (2) apabila laki-laki maka wajib shalat berjamaah di masjid, (3) dan apabila seseorang berposisi sebagai kepala keluarga maka memerintahkan anggota keluarganya untuk mengerjakan shalat.

Allah berfirman, “Dan perintahkanlah kepada keluargamu untuk mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu. Kamilah yang memberi rezeki kepada kalian. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa.” (QS. Thaahaa: 132). Ibnu Katsir menjelaskan maksud ayat di atas bahwa apabila seseorang memerintahkan keluarganya untuk mengerjakan shalat dan bersabar dalam mengerjakan shalat, maka rezekinya akan mengalir dari arah yang tidak pernah dia sangka. Beliau mengutip ayat, “Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.” (QS. Ath-Thalaq [65]: Ayat 2-3).

Begitulah empat pesan yang senantiasa harus kita jaga sebagai sarana mendekatkan diri kepada Allah Swt. memohon ridha berikut kemudahan untuk meraih cita dan harapan. “Allahummarzuqna Ya Allah.”[]

“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” Quran Surah Al-Dzariyat [51]: Ayat 56