Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Mitos Keliru Seputar Membaca Ini Ternyata Sebatas Mitos

Ada banyak sekali mitos yang keliru yang menjadi pemahaman umum di masyarakat. Sedikit banyak mungkin mitos-mitos tersebut mempengaruhi tingkat baca masyarakat. Diantaranya adalah:

Nabi Muhammad Buta Huruf?

Banyak sumber mengatakan demikian, bahwa Nabi Muhammad Saw. adalah seseorang yang ummi (tidak bisa baca tulis). Ibnu Abbas mengatakan, “Sama sekali Rasulullah Saw. tidaklah dapat membaca dan tidak pula dapat menulis. Beliau adalah ummi.” Ibnu Mas’ud r.a. menambahi, “Beliau (Nabi) tidak bisa membaca dan tidak pula bisa menulis.” Bahkan Rasulullah Saw. sendiri pun berkata demikian, “Kita adalah umat yang ummi, tidak bisa menulis dan tidak pula pandai membaca/menghitung.”  Bagi sekelompok orang bisa jadi ini dalil untuk malas membaca. Nabi saja tidak bisa membaca, kenapa kita repot-repot membaca!
img flickr.com
Memang kenyataan demikian, sejarah membuktikan bahwa Rasulullah Saw. adalah ummi, dengan arti tidak bisa membaca dan menulis. Saat menyusun naskah perjanjian Hudaibiyah, Suhail menuntut agar redaksi dalam perjanjian itu berbunyi “Muhammad putera Abdillah”. Padahal disana Nabi menghendaki dengan kata “Muhammad Utusan Allah”. Suhail berkilah, “Jika kami (kaum musyrik) meyakini bahwa engkau memang utusan Allah, maka kami akan mengikutimu (tidak memerangimu).” Nabi pun menyetujuinya, dan beliau menyuruh Ali untuk menghapus kata “Muhammad Utusan Allah” untuk diganti “Muhammad Putera Abdillah”. Tetapi Ali enggan menghapus kata itu, dan Nabi pun bersabda, “Mana tunjukkan padaku kata tersebut (“Utusan Allah”). Lalu ditunjukkanlah kata itu, dan nabi menghapus dengan tangan beliau sendiri. Jikalau Nabi bisa membaca, tentu Nabi tidak perlu tanya yang mana kata “Utusan Allah”.

Tetapi jangan lupa. Rasulullah Saw. memiliki beberapa sifat wajib yang harus ada pada dirinya, yaitu shiddiq (jujur), amanah (bisa dipercaya), fathanah (cerdas), dan tabligh (menyampaikan). Kita memfokuskan pada sifat fathanah Rasulullah Saw. Kecerdasan beliau bahkan mengalahkan banyak manusia di muka bumi ini. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya keberhasilan dalam proyek-proyek besar seperti strategi peperangan yang membawa kemenangan gemilang.

Rasulullah Ternyata Bisa Membaca

Memang di masa awal Nabi Muhammad Saw. tidak bisa membaca. Akan tetapi, dalam kehidupan selanjutnya, Rasulullah Saw. bisa membaca, karena memang membaca adalah kemampuan yang bisa dipelajari. Apalagi Rasulullah Saw. adalah manusia cerdas, pastinya dengan mudah dapat belajar membaca. Diantara bukti bahwa Rasulullah bisa membaca sudah disebutkan dalam al-Qur’an berikut,
“Orang-orang kafir yakni ahli Kitab dan orang-orang musyrik (mengatakan bahwa mereka) tidak akan meninggalkan (agamanya) sebelum datang kepada mereka bukti yang nyata, (Yaitu) seorang Rasul dari Allah (Muhammad) yang membacakan lembaran-lembaran yang disucikan (al-Quran).” (QS. Al-Bayyinah [98]: 2).

Mari kita perhatikan ayat di atas. Rasul dari Allah, yaitu Muhammad membacakan lembaran-lembaran yang disucikan. Suhuf yang berarti lembaran, berarti al-Qur’an ditulis dalam lembaran, dan Rasulullah Muhammad membacakan al-Qur’an yang ditulis dalam lembaran. Jelas sekali Allah bisa membaca.

Bukti yang kedua adalah saat ekspedisi Nakhlah, sekitar dua bulan sebelum Perang Badar, Nabi mengutus beberapa orang ke Nakhlah yang dipimpin olehAbdullah bin Jahsy al-Asadi untuk mengintai pasukan musuh. Abdullah dibekali surat oleh Nabi yang tidak boleh dibuka kecuali setelah perjalanan dua hari. Kerahasiaan surat itu bahkan tidak diketahui oleh sahabat lain, dan surat tersebut dalam keadaan tertutup rapat. Dengan menjaga kerahasiaan ini, tidak mungkin Rasulullah menyuruh orang lain untuk menuliskannya. Ini artinya Rasulullah bisa membaca, sekaligus bisa menulis.
Dalam sebuah hadis Rasulullah Saw. bersabda,
“Barangsiapa yang membaca satu huruf dari al-Qur’an, maka ia mendapatkan satu kebaikan, dan dari satu kebaikan itu berlipat menjadi sepuluh kebaikan. Aku tidak mengatakan Alif Lam Mim sebagai satu huruf, tetapi Alif satu huruf, Lam satu huruf dan Mim satu huruf.” (HR. Tirmidzi, Al-Hakim, Baihaqi).

Jika kita perhatikan, dalam hadis itu ternyata Rasulullah mengenal tulisan berikut huruf-huruf dari Alif Lam Mim. Ini menandakan bahwa Rasul jelas mengetahui tulisan.

Bukti selanjutnya lebih menguatkan bahwa Rasulullah Saw. benar-benar bisa menulis. Lebih dari itu, bahkan beliau mengajari sahabat bagaimana caranya menulis. Rasulullah Saw. bersabda,
“Ambillah tinta, tulislah huruf” dengan qalam (pena), rentangkan huruf “baa”, bedakan huruf “siin”, jangan merapatkan lubang huruf “miim”, tulis lafadz “Allah” yang baik, panjangkan lafadz “ar-Rahman”, dan tulislah lafadz “Ar-Rahim” yang kemudian letakkan qalam-mu pada telinga kiri, ia akan selalu mengingat Engkau.” (HR. Dailami).

Membaca Bikin Kuper

Orang yang suka membaca memang seringkali banyak meluangkan waktu untuk menyendiri dan fokus terhadap bacaan. Inilah yang sering dibilang anak muda zaman sekarang, membaca bikin kuper, alias kurang pergaulan. Hal ini sebenarnya hanyalah salah paham saja. Tidak ada membaca yang bikin kuper. Membaca itu bikin efek tambah ilmu pengetahuan. Hanya saja, kita perlu me-menej waktu, kapan saat yang tepat untuk membaca dan kapan saat yang baik untuk bersosialisasi, karena kita adalah makhluk sosial.

Membaca Itu Harus Keseluruhan

Tidaklah sepenuhnya demikian. Membaca itu yang terpenting adalah menangkap isi bacaan, bukan mengeja dan memperbaiki pelafalan. Untuk anak-anak yang baru belajar, okelah itu penting. Tetapi jangan dijadikan alasan bahwa membaca itu membosankan karena harus diperhatikan tiap kata, kalimat, bahkan tanda-tanda baca secara jumud. Inti membaca adalah menyerap informasi secara maksimal dari bacaan. Jadi, membaca bisa menggunakan beragam metode efektif yang bisa menyerap bacaan dalam waktu singkat. Contoh sederhana, membaca tidak perlu kata per kata atau kalimat per kalimat, tetapi mengambil kata kunci dari keseluruhan bacaan yang dibaca.

Membaca Harus Menghafal

Sebagian orang memahami bahwa agar bacaan terserap dengan baik, maka pembaca harus berupaya untuk menghafal. Menurut hemat penulis ini adalah pernyataan yang kurang benar. Membaca itu harus disertai dengan jiwa cinta dan gembira. Dengan cinta, gembira, dan ikhlas inilah yang menjadi kekuatan untuk memaksimalkan memori dalam menyerap bacaan. Bukankah kita seringkali mudah menghafal lirik lagu daripada pelajaran di sekolah? Bukankah nomor handphone orang yang sepesial lebih mudah dihafal daripada orang yang biasa-biasa saja bagi kita?

Singkatnya, membaca perlu disertai rasa ikhlas, butuh, dan cinta berikut gembira. Caranya adalah dengan melatih sedikit demi sedikit sehingga kita seringkali merasakan dampak positif dari membaca. Pertama memang harus dipaksakan, tetapi lanjutkan saja. Lalu teruskan sampai kita benar-benar membaca tanpa ada paksaan. Mirip seperti ibadah yang dituntut untuk ikhlas, kita tidak bisa menunggu ikhlas baru beribadah. Beribadahlah, rasakanlah, lalu Anda akan menemukan keikhlasan.

Membaca Adalah Pekerjaan Anak-anak

Mungkin peryataan ini sering kita jumpai di tengah-tengah masyarakat kita. Membaca itu hanya untuk anak-anak, kalau orang dewasa konsentrasi untuk bekerja. Begitu pula kegiatan mengaji itu hanya untuk anak-anak dan remaja. Untuk orang tua sudah tidak perlu mengaji. Inilah sikap masyarakat kita yang seringkali menghindari jalan untuk kemajuan.

Tidak ada namanya membaca hanya dibatasi untuk anak kecil, atau hanya kebutuhan bagi anak-anak saja. Sampai kapanpun kita tetap butuh membaca. Bandingkan dengan negara maju, misalnya Belanda. Disana kegiatan membaca tidak hanya dilakukan oleh pelajar saja, namun semua orang dari berbagai usia dan latar belakang, hampir semuanya suka membaca. Jadi fasilitas-fasilitas bacaan seperti perpustakaan tidak hanya terdapat di kota-kota besar. Ada hal yang unik di Belanda, yaitu perpustakaan yang terletak di pantai. Jadi orang yang sedang bermain, berenang sampai berjemur pun bisa meluangkan waktu disela-sela kegiatan mereka untuk membaca.

Harus Hindari Buku-buku Yang Meracuni

Hal ini mungkin ada benarnya, bahwa kita harus berhati-hati dalam memilih buku. Pilihlah bacaan yang benar-benar sehat dan bisa menjadi aset untuk masa depan. Tetapi apakah sepenuhnya demikian? Bukankah “pilah-pilih” ini bertentangan dengan kebebasan informasi dan berpikir yang sejatinya adalah hak asasi manusia? Mungkin lebih tepatnya, kita harus berhati-hati terhadap bacaan tertentu “jika” kita belum memiliki kemampuan dalam memilah informasi yang kita baca.

Jadi menurut hemat penulis, bacaan kita tidaklah terbatas. Apapun bisa kita baca. Tetapi satu hal penting yang harus kita pegang teguh. Yaitu kita harus selektif dalam memilih bacaan. Bukan berarti membaca buku dibatasi? Tidak! Yang membatasi adalah kemampuan diri kita sendiri. Selagi kuat, bacalah. Kalau tidak kuat, ya tinggalkanlah. Karena konon ada kasus seseorang bunuh diri gara-gara membaca buku.

Bagaimana cara agar kita tidak teracuni buku yang konon bisa meracuni itu? Salah satunya, bacalah buku pembandingnya. Jika Anda membaca buku tentang ajaran tertentu, baca juga buku yang mengkritiknya. Niscaya Anda akan lebih bijak menyikapi bacaan dan tidak fanatik terhadap satu paham saja.
“Membaca adalah aktifitas yang membuat sengsara. Kecuali anda telah menemukan keindahan dari membaca.” ˜www.bijakkata.com˜