Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Pengertian Muhkam Dan Mutasyabih Menurut Para Ulama Beserta Contohnya

Ayat Muhkan dan Ayat Mutasyabih

Apa Yang Dimaksud Dengan Muhkam Dan Mutasyabih Dalam Al Qur’an? Dalam ulumul Quran atau ilmu-ilmu al-Quran, konsep muhkam dan mutasyabih telah menjadi bahan perdebatan yang cukup panjang dalam sejarahnya.

Hal ini karena dalam bagian pembahasan ilmu ini bersinggungan dengan akidah dimana umat Islam pada masa perkembangannya setelah masa para sahabat muncul kelompok-kelompok yang memiliki keyakinan yang berbeda tentang ajaran al-Quran dalam beberapa bagian.

Pada kesempatan kali ini kita akan membahas tentang tema pokok pengertian muhkam dan mutasyabih al-Qur'an beserta contohnya.

Pengertian Muhkam dan Mutasyabih

Dalam kajian ilmu al-Quran, pengertian muhkam dan mutasyabih adalah menjadi pokok yang juga banyak diperdebatkan definisinya. 

Secara etimologis atau dalam segi bahasa kata muhkam berasal dari kata hakama dengan pengertian “mana’a” yaitu melarang dengan tujuan untuk kebaikan.

Contoh penggunaan kata hakama ini dalam kalam Arab adalah seperti kendali yang dipasang di leher binatang disebut hakama.

Orang Arab mengatakan حكمت الدابة hakamtu ad-dabbah yang artinya adalah aku melarang binatang itu dengan hikmah.

Dalam ungkapan وحكمت الدابة وأحكمتها إذا جعلت لها حكمة hakamtu ad-dabbah wa ahkamtuha, aku melarang binatang itu, maka maksudnya adalah ja’altu laha hakamah yaitu ketika aku memasang kendali pada binatang itu agar tidak bergerak liar.

Dari pengertian ini muncul kata al-hikmah yang berarti kebijakan, karena ia dapat mencegah pemilik hikmah dari melakukan hal-hal yang tidak pantas atau dilarang.

Kata Ahkam al-amr berarti seseorang menyempurnakan suatu hal dan mencegahnya dari kerusakan.

Ahkam al-faras berarti seseorang membuat suatu pengekang pada mulut kuda untuk mencegahnya dari goncangan.

Kata al-hukm ini juga bisa berarti memisahkan antara dua hal.

Contohnya adalah kata al-hakim, yaitu yang berarti hakim, adalah orang yang mencegah adanya kezaliman, memisahkan antara dua pihak yang terjadi perkara.

Hakim juga bertugas untuk memisahkan antara yang benar dan yang batil, dan antara yang jujur dan yang bohong.

Ada juga kalimat إحكام الكلام yang berarti menguatkan kalam yang berarti menguatkan ucapan dengan penjelasan yang benar dalam memberikan keterangan serta memberikan petunjuk yang final dalam poin-poinnya.

Dengan pengertian kata muhkam seperti kata-kata di atas itulah Allah Swt. menggambarkan Al-Qur’an bahwa seluruh ayat-ayatnya adalah muhkam seperti dalam Q.S Hud ayat 1 berikut ini:


الر ۚ كِتَابٌ أُحْكِمَتْ آيَاتُهُ ثُمَّ فُصِّلَتْ مِنْ لَدُنْ حَكِيمٍ خَبِيرٍ

“Alif laam raa, (inilah) suatu Kitab yang ayat-ayatnya disusun dengan kokoh (uhkimat) serta dijelaskan secara terperinci (fushshilat), yang diturunkan dari sisi Allah yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui.”
Maksud dari ayat yang muhkam dalam ayat di atas bahwa seluruh ayat-ayat Al-Qur’an itu kokoh, fasih, indah dan jelas, serta membedakan antara hak dan batil dan antara yang benar dan yang dusta.

Pengertian makna di atas adalah pengertian makna muhkam secara umum.

Berikut ini adalah pengertian Mutasyabih, dimana secara etimologis mutasyabih berasal dari kata syabaha yang berarti keserupaan dan kesamaan yang biasanya membawa kepada kesamaran antara dua hal.

Kesamaan antara dua hal ini misalnya bisa dilihat dari segi warna dan rasa dimana seseorang cukup sulit membedakan keduanya karena ada kemiripan antara keduanya.

Misalnya makna mutasyabih yang berarti mirip ini seperti penjelasan tentang buah-buahan di surga.


كُلَّمَا رُزِقُوا مِنْهَا مِنْ ثَمَرَةٍ رِزْقًا ۙ قَالُوا هَٰذَا الَّذِي رُزِقْنَا مِنْ قَبْلُ ۖ وَأُتُوا بِهِ مُتَشَابِهًا

Setiap mereka diberi rezeki buah-buahan dalam surga-surga itu, mereka mengatakan: "Inilah yang pernah diberikan kepada kami dahulu". Mereka diberi buah-buahan yang serupa.
Ada yang berpendapat pula bahwa kata mutasyabih berarti mutamatsil (sama) dalam perkataan dan keindahan.

Jadi makna ungkapan tasyabuh al-kalam berarti kesamaan dan kesesuaian perkataan, karena sebagiannya membetulkan sebagai yang lain.
Pengertian Muhkam Dan Mutasyabih Menurut Para Ulama Beserta Contohnya
Dengan pengertian seperti itulah Allah Swt. menggambarkan keseluruhan ayat al-Qur’an sebagai sesuatu yang mutayabihah seperti diterangkan dalam firman-Nya dalam Q.S Az-Zumar 39: 23 yang artinya:

اللَّهُ نَزَّلَ أَحْسَنَ الْحَدِيثِ كِتَابًا مُتَشَابِهًا مَثَانِيَ

“Allah telah menurunkan perkataaan yang paling baik yaitu Al-Qur’an yang serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang ulang"

Pengertian Muhkam dan Mutasyabih Menurut para Ulama

Imam Suyuti dalam kitab al-Itqannya mengatakan bahwa para ulama berbeda pendapat tentang pengertian muhkam dan mutasyabih dalam al-Quran ini. 

Berikut ini adalah pendapat para ulama mengenai muhkam dan mutasyabih al-Quran:

Selain al-Suyuti, juga ada definisi muhkam dan mutasyabih oleh ulama yang dirangkum oleh al-Zarqani. 

Adapun defenisi yang dikemukakan Al-Zarqani itu adalah:

1. Pendapat Al-Alusi

Ayat muhkam berarti ayat yang jelas maksudnya dan nyata yang tidak mengandung kemungkinan nasakh atau dihapus.

Ayat Mutasyabih ialah ayat yang tersembunyi maknanya, tidak diketahui maknanya secara jelas baik dengan aqli maupun naqli, dan maksud atau makna dari ayat-ayat ini hanya Allah yang mengetauhinya.

Contoh dari ayat mutasyabih ini adalah ayat yang menerangkan tenang datangnya kiamat, huruf hijai atau muqatta'ah, yaitu huruf-huruf yang terputus-putus di awal-awal surat seperti alif lam mim, dan lain sebagainya.

2. Pendapat Yang Disandarkan pada Ahlussunah

Ayat Muhkam adalah ayat yang diketahui maksudnya dan artinya, baik secara dhahir ayat maupun takwil.

Sedangkan Mutasyabih ialah ayat maksudnya hanya diketahui oleh Allah, seperti datangnya hari kiamat, munculnya Dajjal, huruf-huruf yang terputus-putus di awal-awal surat. 

Pendapat ini mirip dengan pendapat sebelumnya.

3. Pendapat Yang Disandarkan kepada Ibnu Abbas dan Para pengikutnya

Menurut pendapat ini, pengertian Muhkam adalah ayat yang tidak mengandung kecuali satu kemungkinan makna Takwil.

Sedangkan arti dari Mutasyabih adalah ayat yang mengandung banyak Takwil.

4. Pendapat yang Diriwayatkan dari Imam Ahmad ra.

Definisi Muhkam adalah ayat yang berdiri sendiri dan tidak memerlukan keterangan. Artinya adalah sebuah ayat bisa menunjukkan makna yang jelas tanpa membutuhkan penjelasan lebih lanjut.

Sedangkan Mutasyabih adalah ayat yang tidak berdiri sendiri tetapi memerlukan keterangan. Hal ini karena ayat mutasyabih memiliki makna yang samar.

5. Pendapat ini berarti kepada Imam Al-Haramain

Muhkam berarti ayat yang seksama susunan dan urutannya.
Mutasyabih berarti ayat yang seharusnya tidak terjangkau dari segi bahasa kecuali bila ada bersamanya indikasi / melalui konteksi.

6. Pendapat Al-Thibi

Definisi Muhkam berarti ayat yang jelas maknya dan tidak masuk kepadanya isykal (kepelikan).

Mutasyabih berarti kebalikan di atas, yaitu ayat yang tidak jelas maknanya dan muncul kepelikan di dalamnya.

7. Pendapat berarti kepada Imam Al-Razi

Muhkam berarti ayat yang ditujukan makna kuat, yaitu lafal Al-Qur’an nas dan lafal zahir sunah.

Mutasyabih berarti ayat yang ditunjukkan maknanya tidak kuat yaitu lafal mujmal, muawwal, dan musykil.

Perdebatan Ulama Dalam Ayat Tentang Muhkam dan Mutasyabih

Para ulama memiliki perbedaan pendapat pada sebuah ayat al-Quran yang memiliki hubungan erat dengan konsep muhkam dan mutasyabih.

Ayat tersebut adalah Q.S Ali ‘Imran ayat 3: 7 sebagaimana berikut ini:

هُوَ الَّذِي أَنْزَلَ عَلَيْكَ الْكِتَابَ مِنْهُ آيَاتٌ مُحْكَمَاتٌ هُنَّ أُمُّ الْكِتَابِ وَأُخَرُ مُتَشَابِهَاتٌ ۖ فَأَمَّا الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ زَيْغٌ فَيَتَّبِعُونَ مَا تَشَابَهَ مِنْهُ ابْتِغَاءَ الْفِتْنَةِ وَابْتِغَاءَ تَأْوِيلِهِ ۗ وَمَا يَعْلَمُ تَأْوِيلَهُ إِلَّا اللَّهُ ۗ وَالرَّاسِخُونَ فِي الْعِلْمِ يَقُولُونَ آمَنَّا بِهِ كُلٌّ مِنْ عِنْدِ رَبِّنَا ۗ وَمَا يَذَّكَّرُ إِلَّا أُولُو الْأَلْبَابِ
“Dia-lah yang Menurunkan Kitab (al-Quran) kepadamu (Muhammad). Di antaranya ada ayat-ayat yang muhkamat”. Itulah pokok-pokok Kitab (al-Quran) dan yang lain mutasyabihat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong pada kesesatan, mereka mengikuti yang mutasyabihat untuk mencari-cari fitnah dan untuk mencari-cari takwilnya, padahal tidak ada yang mengetahui takwilnya kecuali Allah. Dan orang-orang yang ilmunya mendalam berkata, “Kami beriman kepadanya (al-Quran), semuanya dari sisi Tuhan kami.” Tidak ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali orang yang berakal.”
Dari ayat di atas kita tahu bahwa dalam al-Quran ada ayat yang muhkam dan mutasyabih.

Lalu orang yang hatinya cenderung pada kesesatan ia akan mencari-cari takwil dari mutasyabih itu untuk tujuan fitnah.

Disinilah perdebatannya, yaitu pada kalimat "padahal tidak ada yang mengetahui takwilnya kecuali Allah" ada yang mengatakan, tempat berhenti ayat ini adalah Allah. Sehingga artinya, tidak ada yang mengetahui ta'wil ayat mutasyabih kecuali Allah.

Namun pendapat kedua mengtakan, tempat berhenti ayat itu adalah pada kata وَ الرّٰسِخُوۡنَ فِى الۡعِلۡمِ  sehingga kalimat yang benar adalah "padahal tidak ada yang mengetahui takwilnya kecuali Allah Dan orang-orang yang ilmunya mendalam".

Karena sebab inilah muncul dua pendapat, bahwa ayat mutasyabih hanya diketahui oleh Allah. Artinya ayat mutasyabih tidak mungkin diketahui maksudnya.

Namun berbeda dengan pendapat pertama, pendapat kedua mengatakan bahwa ayat mutasyabih diketahui Allah dan diketahui oleh orang-orang yang mendalam ilmunya.

Kelompok kedua ini berdalih bahwa semua ayat al-Quran pasti bisa dipahami karena tidak mungkin Allah Swt menurunkan sebuah ayat dengan tujuan agar tidak bisa dipahami karena al-Quran adalah petunjuk yang jelas.

Berdasarkan perdebatan itu, Mannaul Qattan dalam kitab al-Mabahis fi Ulumil Quran memberikan jalan tengah, bahwa maksud pendapat pertama itu adalah jika kata ta'wil itu dipahami sebagai hakikat makna, maka jelas yang tahu hanyalah Allah.

Karena ta'wil punya banyak pengertian, salah satunya adalah hakikat. Jadi pendapat pertama maksudnya adalah tidak ada yang tahu hakikat kebenaran dari ayat mutasyabih kecuali Allah.

Pendapat kedua juga benar, jika kita memahami kata ta'wil sebagai tafsir atau penjelasan. Jadi maksud pendapat kedua adalah, tidak ada yang mengetahui tafsir atau penjelasan ayat mutasyabh kecuali Allah dan orang-orang yang mendalam ilmunya.

Segi dan Aspek-Aspek Tasyabuh Ayat (Mutasyabih)

Menurut para ulaman, ayat-ayat mutasyabbih dapat dikategorikan menjadi beberapa bagian, yaitu dilihat dari segi lafad, dari segi makna dan dari segi lafadz juga maknanya.

1. Mutasyabbih dari segi lafadz

Maksud dari mutasyabih dalam segi lafadz yaitu adanya kata tunggal yang sulit pemaknaannya.
Tasyabuh jenis ini terjadi karena kosakata (mufradat) yang digunakan oleh Al-Quran al-Karim tidak umum dipakai oleh bangsa arab.

Contohnya adalah seperti kata الأب dalam Surat Abasa ayat 31.

وَفَاكِهَةً وَأَبًّا.

“Dan buah-buahan serta rumput-rumputan” (QS Abasa :31)
Waktu itu, Abu Bakar al-Shiddiq dan Umar ibn Khathab tidak tahu makna kata “abban” dalam ayat tersebut.

Tatkala Abu Bakar ditanya apa makna kata itu, beliau menjawab “Langit mana yang akan menaungiku, bumi mana tempat aku berpijak, jika aku mengatakan sesuatu tentang Kitab Allah apa-apa yang aku tidak punya ilmu tentangnya”.

Senada dengan itu Umar juga mengatakan “Kata “fakihah” kita tahu, tetapi apa maknanya “abban?”.

Dalam beberapa waktu selanjutnya, kata “abban” baru diketahui setelah dihubungkan dengan ayat berikut:

مَّتَاعًا لَّكُمْ وَلِأَنْعَامِكُمْ 

“Untuk kesenanganmu dan untuk binatang-binatang ternakmu.” (QS Abbasa : 32)
Dari ayat ini baru jelas bahwa “fakihah atau buah-buahan” adalah kesenangan untuk kamu, sedangkan “abban” kesenangan untuk binatang ternakmu. “abban” artinya rumput-rumput untuk binatang ternak.

Tasyabuh dari sebuah ayat juga bisa disebabkan karena kata yang digunakan bersifat “musytarak” atau bermakna ganda, misalnya kata “quru” yang terdapat dalam Surat Al-Baqarah ayat 228.

Kata “quru” dalam bahasa arab bisa berarti haid dan sebaliknya bisa juga berarti suci.

Jika kata quru' berarti haid, maka masa iddah wanita yang ditalak oleh suaminya adalah tiga kali haid. Tetapi jika kata itu artinya suci, maka masa iddahnya tiga kali suci.

2. Mutasyabih dari segi maknanya

Mutasyabih jenis ini adalah kata atau kalimat yang menerangkan sifat-sifat Allah, sifat hari kiamat, semua sifat yang demikian tidak dapat di gambarkan secara konkrit karena bersifat gaib dan kejadiannya belum pernah di alami oleh siapapun.

Tasyabuh ini terjadi karena kandungan makna ayat itu sendiri yang berbicara tentang hal-hal yang ghaib seperti sifat Allah Swt. dan hal ihwal Hari Akhir.

Hal-hal ghaib seperti itu, sekalipun kita tahu artinya, tetapi tentu saja akal manusia tidak bisa mengungkap hakikat sifat-sifat Allah SWT dan hal ikhwal mengenai Hari Akhir.

Jadi, tasyabuh bukan disebabkan oleh lafal yang gharib (asing) atau musyatarak, bukan pula dari susunan kalimat karena kita tahu kalimat-kalimat tersebut.

Namun tasyabuh itu justru muncul dari kandungan makna ayat-ayat itu sendiri.

Contoh dari mutasyabihat jenis ini adalah seperti Qs.Ar-Rahman Ayat 27:

ويبقى وجه ربك ذوالجلال والأكرام

"dan tetap kekal wajah Tuhanmu”
Semua orang tahu makna wajah, namun ketika dihubungkan dengan sifat Allah maka hal ini menjadi mutasyabih.

Begitu pula kata qiyamah yang berarti kebangkitan, namun kita tidak tahu hakikat maknanya karena kiamat termasuk perkara gaib.

3. Mutasyabih dari segi lafaz dan maknanya

Contoh dari mutasyabih jenis ini adalah seperti ayat surah al-Baqarah ayat 189 berikut:


وَلَيْسَ الْبِرُّ بِأَن تَأْتُوا الْبُيُوتَ مِن ظُهُورِهَا وَلَٰكِنَّ الْبِرَّ مَنِ اتَّقَىٰ ۗ وَأْتُوا الْبُيُوتَ مِنْ أَبْوَابِهَا ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ 


Dan bukanlah kebajikan memasuki rumah-rumah dari belakangnya, akan tetapi kebajikan itu ialah kebajikan orang yang bertakwa. Dan masuklah ke rumah-rumah itu dari pintu-pintunya; dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung.
Dari keterangan ayat di atas, terdapat tasybih mengenai kata masuk rumah melalui atap. Tasybih dalam ayat itu disebabkan karena ayatnya diringkas, dimana seharusnya ada penjelasan lebih lanjut yaitu ketika dirimu melakukan umrah, ihram dan haji.

Juga dari segi makna karena makna ayat di atas samar, hal ini kalau seseorang tidak mengetahui kebiasaan masyarakat jahiliyah yang masuk ke rumah dari pintu belakang ketika umrah, ihram atau haji.

Tasyabuh artinya kesamaran makna. Ada tiga aspek dalam ayat-ayat mutasyabihat, yaitu segi lafal ayat, makna ayat, dan pada lafal dan makna ayat sekaligus.

Manfaat dan Hikmah Adanya Ayat-Ayat Mutasyabihat

Sebelum membahas manfaat dan hikmah tentang ayat-ayat mutasyabihat ini, kita perlu untuk membahas sedikit tentang pembagian ayat mutasyabihat ini.

Dari segi apakah bisa diketahui atau tidak, ayat-ayat mutasyâbihât dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian:

1. Ayat-ayat mutasyâbihât yang hanya dapat diketahui hakikat maknanya oleh Allah Swt. saja, seperti ayat-ayat tentang masalah-masalah yang ghaib.

2. Jenis ayat-ayat mutasyâbihât yang dapat diketahui oleh siapa pun setelah mempelajarinya seperti ayat-ayat yang memiliki kata-kata gharîb dan musytarak.
3. Jenis ayat-ayat mutasyâbihât yang tidak dapat diketahui oleh orang awam, tetapi hanya dapat diketahui oleh para ulama yang memiliki ilmu mendalam.
Menurut Az-Zarqani, keberadaan ayat-ayat yang mutasyabihat mempunyai beberapa hikmah dan manfaat.

Hikmah ini bisa kita kategorikan untuk ayat-ayat mutasyabihat jenis pertama, yaitu yang hakikat maknanya hanya diketahui oleh Allah Swt.

1. Merupakan rahmat Allah SWT bagi umat manusia yang lemah. Jika semuanya diungkap hakikatnya oleh Allah SWT, manusia tidak akan sanggup memikulnya. Oleh karena itu, Allah merahasiakan kapan datangnya Hari Akhir. Allah merahasiakan itu supaya setiap orang selalu berusaha mengisi kehidupannya dengan baik dan menjauhi keburukan.

2. Ujian bagi manusia yang mendapatkan petunjuk tentu mereka akan mengimaninya sekalipun tidak tahu bagaimana hakikatnya.
3. Al-Quran al-Karim mencakup dakwah terhadap orang-awam dan dakwah terhadap kaum intelektual. 

4. Al-Quran al-Karim menjelaskan hal-hal ghaib dengan pendekatan inderawi sehingga dapat diterima oleh orang awam
5. Mutasyabih adalah bukti kelemahan manusia, hanya sedikit yang diketahui oleh manusia betapapun mereka bersungguh-sungguh dalam berusaha untuk mengetahuinya. Hanya Allah Swt. yang mengetahui segalanya. Dengan demikian hilanglah kesombongan manusia, sehingga mereka tunduk dan patuh kepada Allah Swt.
6. Memberi peluang terjadinya perbedaan pemahaman terhadap ayat-ayat Al-Quran al-Karim. Sehingga terbuka ruang untuk dialog dan berdiskusi.

Adapun ayat-ayat mutasyabihat pada bagian kelompok kedua dan ketiga, yaitu ayat-ayat mutasyabihat yang dapat diketahui oleh siapa pun setelah mempelajarinya dan ayat-ayat mutasyabihat yang tidak dapat diketahui oleh orang awam, tetapi hanya dapat diketahui oleh para ulama yang mendalaminya, maka hikmahnya adalah sebagai berikut:

1. Menunjukkan mukjizat Al-Quran al-Karim. Misalnya dari segi bahasa, jika ayat-ayat mutasyabihat itu dibahas lebih mendalam, terungkaplah keindahan, ketelitian dan kehalusan bahasa Al-Quran al-Karim.
2. Memudahkan untuk menghafal dan menjaga Al-Quran al-Karim, karena ungkapan Al-Quran al-Karim yang ringkas dan padat memuat berbagai macam segi dan aspek
3. Mengungkap ayat-ayat mutasyabihat lebih sulit dan lebih berat, bertambah banyak kesulitan dalam mengungkapnya semakin menambah banyak pahala yang didapat. Untuk mendapatkan surga memang memerlukan perjuangan sungguh-sungguh
4. Untuk mengungkap makna ayat-ayat mutasyabihat diperlukan berbagai macam ilmu seperti ilmu bahasa-nahwu, sharf dan balaghah-ushul fiqh dan lainnya, sehingga keberadaan ayat-ayat mutasyabihat mendorong berkembangnya bermacam-macam ilmu
5. Untuk mengungkap ayat-ayat mutasyabihat para pengkaji dan peneliti memerlukan bantuan dalil-dalil akal, yang dengan demikian dapat terbebas dari kegelapan taqlid.
Itulah pembahasan tentang pengertian muhkan dan mutasyabih serta pendapat para ulama berikut contoh serta hikmahnya. Semoga bisa bermanfaat dan menambahwa wawasan kita dalam ulumul Quran.