Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Siapakah Washil bin Atha'? Biografi dan Kisah Kehidupan Washil bin 'Atha'

Tentang Washil bin Atha’

Washil bin Atha’ lahir di Madinah pada tahun 80 H (699 M). Washil bin Atha’ juga dikenal dengan nama Abul Ja’d.

Dalam sumber-sumber sejarah disebutkan bahwa ia berasal dari sebuah keluarga Mawali milik Bani Dabbe, Bani Mahzum atau Bani Hashim.

Washil bin Atha’ dinisbatkan dengan Bani Hasyim karena ia adalah budak dari Muhammad bin Hanafiyyah.

Washil bin Atha’ juga dikenal dengan julukannya Gazzâl (penenun) karena ia sering mengunjungi pasar penenun (sûku gazzâl) untuk mencari wanita miskin yang dapat ia beri sedekah dan bantuan.

Washil bin Atha’ juga dinisbatkan pada nama Basri karena hal itu menunjukkan bahwa dia tinggal di Basrah untuk sementara waktu.

Kehidupan Washil bin Atha’

Tidak banyak informasi yang menjelaskan tentang hidup Washil bin Atha. Diperkirakan bahwa Washil bin Atha menghabiskan sebagian besar masa kecil dan masa mudanya di Madinah.

Selama periode ini, Washil bin Atha berguru kepada dari putra Muhammad bin Hanafiyyah yang bernama Abu Hashim Abdullah.

Namun Washil bin Atha itu berbeda pendapat dan menentang pemikiran gurunya dalam hal imamah dan beberapa masalah lainnya.

Setelah beberapa lama Washil bin Atha pun pergi meninggalkan Madinah menuju ke Basra dan bergabung dengan majelis pelajaran Hasan Basri dan Washil bin Atha pun menjadi salah satu murid favoritnya.

Umumnya dalam sumber Sunni, dikisahkan bahwa Washil bin Atha memiliki pemahaman yang berbeda tentang pelaku dosa besar dengan Hasan Basri sehingga Washil bin Atha pun meninggalkan majelis Hasan Basri.

Hasan Basri pun mengatakan bahwa Washil bin Atha menjauh dari kita, sehingga munullah istilah Mu’tazilah (yang telah meninggalkan/menjauh).

Setelah kejadian tersebut, Washil bin Atha pun membentuk halaqah majelisnya sendiri dan mulai mengajar di sudut masjid yang terpisah dari tempat gurunya memberi ceramah dan ini adalah awal pembentukan madzhab Mu’tazilah.

Dengan melihat gaya hidupnya di Basra, dapat dikatakan bahwa Washil bin Atha memperoleh kehidupan yang baik dari waktu ke waktu.

Hal ini dibuktikan dengan fakta bahwa Washil bin Atha mampu menghasilkan banyak uang sehingga dirinya dapat membantu orang miskin.

Di Basrah, Washil bin Atha menikah dengan saudara perempuan Amr bin Ubaid. Washil bin Atha Tercatat ia tengah berdagang kain di Basra saat bertemu Amr bin Ubaid.

Dalam beberapa sumber disebutkan bahwa Washil bin Atha meninggal di Basrah pada tahun 131 (748). Hanya Ibn Khallikan yang menyebutkan bahwa Washil bin Atha meninggal pada tanggal 180 (796).

Lokasi makamnya juga tidak diketahui. Ada juga yang berpendapat bahwa Washil bin Atha mati dibunuh.

Kecerdasan Washil bin Atha

Washil bin Atha memiliki kecerdasan yang superior dan termasuk orang yang unggul dalam hal pemikiran rasional.

Ada juga yang menganggap bahwa Washil bin Atha itu bisu karena ia tidak suka banyak bicara.

Washil bin Atha adalah orang yang cadel sehingga tidak bisa mengucapkan huruf “R”. Oleh karenanya, ia sangat berhati-hati untuk tidak menggunakan huruf ini dalam beragam pidatonya.

Dalam sebuah acara yang diadakan di hadapan Gubernur Irak Abdullah b. Umar bin Abdul Aziz, disebutkan bahwa khotbah terindah berhasil disampaikan oleh Washil bin Atha.

Waktu itu Washil bin Atha ditunjuk secara mendadak untuk menyampaikan pidato. Orang-orang mengira ia akan mengucapkan kalimat yang terdapat huruf ra’nya sehingga hal itu akan membuatnya ditertawakan.

Namun ternyata Washil bin Atha berhasil berpidato dengan tanpa menggunakan huruf Ra’ sama sekali.

Berkat kemampuannya inilah Washil bin Atha dipanggil dengan sebutan Khatibul Mu’tazilah (orator Mu’tazilah).

Washil bin Atha dikenal sebagai orang yang berbudi luhur memiliki kepribadian yang jenaka dan bersikap sederhana.

Menurut informasi yang diberikan oleh istrinya, Washil bin Atha membawa kertas dan pulpen pada malam hari dan berhenti dari melaksanakan salat untuk membaca Alquran.

Washil bin Atha pun mencatat ayat-ayat yang bisa menjadi bukti untuk melawan para lawan-lawannya.

Dengan kemampuan dan kecerdasannya yang meyakinkan, Washil bin Atha memiliki hujjah dan mampu mendebat lawan dengan cara terbaik.

Selain kemampuannya berbicara dengan baik dan berpuisi, Washil bin Atha juga akrab dengan seluk-beluk sastra dan memiliki suara dalam membacakan syair.